Baca Kisah sebelumnya di http://sejutaceritamuda.blogspot.co.id/2015/12/secuil-kisah-dan-pengalaman-pertama-di.html
B. Kopi
Panas di Manggarai Timur
Hari Keempat, Kamis 26
November 2015
Hari
ini aku bangun pagi, dan bersiap diri menuju kantor di Borong. Aku bermalam
dirumah Kak Dedy, salah satu rekan kerjaku. Kak Dedy tinggal bersama satu anak
perempuan bernama Della yang imut dan mulai suka bercerita, satu jagoan lelaki
kecilnya yang masih belajar merangkak dan satu istri yang biasa aku panggil
Mama Della. Mereka menerimaku dengan sangat baik. Aku juga sangat nyaman
tinggal disini, karena kebetulan kami memeluk agama yang sama yang setidaknya
membuatku merasa lebih leluasa untuk beribadah.
Sarapan
pagi dan secangkit teh hangat sudah Mama Della siapkan untukku. Segera ku
santap mengingat akan banyak aktivitas seharian nanti. Disini aku tidak berani
mengharapkan udara sejuk dan segar seperti di Ruteng maupun Golowelu. Jam 8
pagi terik matahari sudah mulai menusuk. Bedanya dengan dikotaku adalah, kalau
di kota cuaca panas karena sudah berpolusi pabrik dan kendaraan bermotor,
sedangkan disini panasnya asli, sumpah asli, beh!
Ku mulai masuk ke kantor dan menyapa teman-teman semua. Mari aku kenalkan. Ada Om Ronald, Ken, Peter, Hans, Herry, Dedy, Fandhel, Relis dan satu-satu staff perempuan Tante Voni. Oiya, masyarakat manggarai sering dipanggil “Om” untuk laki-laki dewasa dan “Tante” untuk perempuan dewasa. Ini berbeda dengan dikotaku yang lebih akrab disapa “Mas atau Mbak”.
Ku mulai masuk ke kantor dan menyapa teman-teman semua. Mari aku kenalkan. Ada Om Ronald, Ken, Peter, Hans, Herry, Dedy, Fandhel, Relis dan satu-satu staff perempuan Tante Voni. Oiya, masyarakat manggarai sering dipanggil “Om” untuk laki-laki dewasa dan “Tante” untuk perempuan dewasa. Ini berbeda dengan dikotaku yang lebih akrab disapa “Mas atau Mbak”.
Pagi ini aku di ajak Kak Ken untuk
berkeliling mengenali kota Borong. Dulu mungkin aku sering bertanya-tanya “Sepanas apa sih Borong?” dan sekarang
aku merasakan sendiri. Aku tidak perlu mengenakan jaket, bahkan menggunakan
baju saja sudah terasa gerah.”It’s really
hot in and out side” haha. Yang aku
lihat adalah pepohonan yang gersang, tanah yang tandus dan rumput yang mulai
mengering. Petak sawah tanpa padi dan sibuk ditempati oleh puluhan ekor sapi
yang sedang merumput. Kehidupan di
Borong lebih modern. Sudah ada listrik, sinyal ponsel dan internet juga
tersedia. Banyak warung yang menjajakan aneka ragam makanan, toko yang
menyediakan kebutuhan serta ada pom bensin di tengah kota.
Hari pertamaku di kota Borong, kami
berkunjung di sekolah di daerah Jawang. Aku menjumpai beberapa guru dan kepala
sekolah disana. Setelah itu aku menyapa adik-adik dibawah pohon beringin yang
cukup rindang dan mampu melindungiku dari terik matahari. Mereka menyanyikan
lagu untukku. Suara mereka sangat merdu, mendayu-dayu bak ombak yang tanpa
tekanan, mengalir begitu saja, lembut seperti angin yang sejuk menerpa gendang
telinga. Heyeeh..ngomong opoooo.
Intinya I love their voice.
Lalu kami melanjutkan kunjungan di Puskesmas
di salah satu desa. Aku banyak berdialogue dengan teman-teman yang bertugas
disana. Issue kekurangan gizi juga menjadi bahan perbincangan kami. Sehingga memang sangat diperlukan pemenuhan
makanan tambahan agar nutrisi anak-anak menjadi meningkat. Selain itu, juga
issue anak-anak yang sebagian besar belum mempunyai akte kelahiran. Inilah hal
krusial yang sangat perlu segera diseleseikan. Bahwa sinergi dengan pemerintah
untuk mengatasi permasalahan ini sangatlah diperlukan yang dibarengi dengan gencarnya sosialisasi kepada
masyarakat tentang pentingnya mempunyai akta kelahiran bagi anak.
“Nikmat Tuhan mana lagi yang kamu
dustakan?”celetukku,karena aku benar-benar
bisa merasakan rasa panas yang luar biasa. Tanganku seperti merembes
air. Basah seluruh badan oleh keringat. Panas tidak boleh menghalangiku untuk
melangkah. Aku harus melanjutkan perjalanan ini.yah!
Setelah itu aku berkunjung ke beberapa
tokoh adat yang sudah lama bekerja sama
dengan kami dan kebetulan aku juga sudah sempat bertemu beliau di Kebumen Jawa
Tengah beberapa waktu yang lalu. “Hai Pak Stanis dan Pak Martin.”sapaku ke
mereka. Eh..ternyata mereka juga mengenakan topi yang sama aku pakai lho,
mungkin ini pertanda kami punya chemistri,aih...hehe Lalu kami ngobrol ringan tentang program
perpustakaan untuk anak-anak dan juga toilet disekolah.
Di Borong, issue kekeringan menjadi
sangat familiar dibicarakan. Bahkan
masyarakat harus rela membeli air bersih dengan harga @35.000 per dirigen
besar. Air bersih disekolah juga tidak tersedia, sehingga anak-anak harus
membawa air bersih dari rumah mereka. Jadi jangan heran kalau mereka membawa
satu dirigen ukuran sedang untuk ditenteng menuju ke sekolah. Awalnya aku
berpikir bahwa mereka membawa air tersebut untuk bekal air minum mereka. Ternyata
dugaanku salah, mereka membawa itu untuk keperluan dikamar mandi.
Berbicara tentang toilet, sebagian sekolah di Borong
juga belum mempunyai fasilitas toilet yang memadai. Terkadang ada toilet, namun tidak layak atau jumlah yang
terbatas. Sehingga jika ada anak yang ingin buang air besar atau kecil, mereka
harus berlari di luar sekolah menuju ke semak-semak. “Bagaimana mereka mau terhindar dari kata Jangan BABS (Buang Air Besar
Sembarangan)?” Miris!
Perjalanan hari ini sangat menyenangkan,
waktu sudah menunjukkan jam 1 siang dan matahari tepat di tengah kepala. Kami
memutuskan untuk istirahat makan siang di salah satu warung jawa. Walaa.. jauh-jauh ke Flores makannya ke Jawa
lagi..hihi. Tidak lama kami makan, hujan deras tiba-tiba mengguyur kota
Borong. Subhanalloh! “Ini hujan pertama disini” Ucap Kak Ken.
Ahh..segar, setidaknya keringatku mulai tidak mengucur lagi.
Hari menjelang sore dan aku melanjutkan
perjalanan ke Timur, namun bukan mencari kitab suci. Kami mencari
anak-anak.yeii! Aku berjalan dengan Om Ronald dan Pieter. Akhirnya bertemulah
kami dengan dua anak yang sudah putus
sekolah.Mereka kakak beradik. Rumah mereka kecil yang dihuni oleh 4 orang,
yaitu Ayah, ibu dan dua orang anak. Sebenarnya ada yang lain, namun sekarang
sedang merantau ke negeri seberang untuk mendapatkan kehidupan yang lebih
layak. Aku mengajak mereka bercanda, walaupun dalam hatiku terasa pedih. Mulai
ku gali perasaan meraka. Sebenarnya mereka ingin sekali kembali ke sekolah,
namun karena faktor biaya, akhirnya putus sekolah adalah jalan terbaik tanpa
ada pilihan lain. Hari ini aku tutup
dengan pertemuan ke salah satu warga, sebut saja “Om Philip”. Keinginannya
adalah usaha ternak ayam. “Karena usaha ayam tidak terlalu membutuhkan
air”Begitu tuturnya.
Hari Kelima, Jum’at 27
November 2015
Kehangatan di Borong juga sangat aku
rasakan. Secara vocal suara memang cenderung lebih keras, tapi hati mereka
sangatlah baik. Aku juga merasakan
suguhan kopi seperti di Manggarai Barat. Satu hal juga, Kopi hitamnya tidak
bikin kembung lho.hehe. Ketika di jalan dan bertemu adik-adik, mereka
melambaikan tangan dan melempar salam dengan sangat santun. Bahkan aku merasa “Mereka tidak mengenalku, tapi mereka mau
menyapaku, aku kan tidak artis? “gurauku.
Dihari keduaku di Borong City, aku manfaatkan
untuk berkunjung ke sekolah lain yaitu didaerah Sok. Kebetulan kami ada program
pelatihan penanggulangan resiko bencana. Kami mengajak anak-anak untuk belajar tentang
bencana alam sembari bermain permainan ular tangga. Duh, semangat dan
antusiasme mereka membuatku jatuh cinta kepada mereka berkali-kali.
Lalu aku juga sempat bertemu dengan
bapak kepala desa yang sudah menjalin hubungan baik dengan kami.Beliau sangat
ramah dan baik. Lagi-lagi aku disuguhi kopi panas, walaupun sedang terik
begini, air mengepul yang disuguhkan..”es
mana es?” batinku.haha.
Rumah di Kota Borong rata-rata terbuat
dari kayu, beralaskan tanah, dan beratapkan seng. Ada beberapa yang sudah
tembok, ada pula yang berumah panggung.Ketika hawa sedang terik langsung
menerpa Seng, bisa kebayang kan panasnya? Walaupun ada angin yang menerobos
celah-celah kayu, tetap tidak mampu menolong rasa panas ini. Jarang ditiap
rumah yang memiliki kipas angin, apalagi AC. Bahkan bisa dikatakan rumah yang
aku kunjungi belum pernah aku menjumpai Kipas Angin. Kedengarannya ini sepele,
tapi mungkin ini sangat berarti untuk aku yang terbiasa menggantungkan hidup
pada kipas angin atau AC ketika kepanasan. Bagaimana dengan Kulkas? “yo jelas nggak ada!”.
Allright!!..perjalanan
outdoor ku selesai hari ini. Kemudian aku kembali ke Kantor dan berkemas untuk
segera meninggalkan kota Borong. Terima Kasih Borong, terikmu memberikan banyak
arti untukku. Aku banyak belajar tentang makna dari sebuah kerja sama dan
penerimaan tentang nilai kehidupan. Bahkan aku jatuh cinta berkali-kali dengan
anak-anak itu. Anak-anak yang harus rela mandi, minum, dan melakukan aktivitas
lain bersama kerbau dikali. Anak-anak yang harus rela membawa bekal air di
dirigen dengan berat yang tidak seimbang dengan berat tubuhnya. Dan anak-anak
yang harus rela beratapkan ilalang beralaskan tanah ketika sedang mengenyam
pendidikan di Sekolah. Sampai jumpa seluruh staff. See you at the Top!!
Dengan perasaan antah berantah, aku
meninggalkan Kota Borong bersama Om Fandhel Via Mobil. Sepanjang jalan kuputar
lagu “Terima Kasih kakak” yang
dinyanyikan anak-anak Borong kepadaku. Hatiku leleh. Kami menuju Kota Ruteng
dan aku akan menikmati weekend disana. Terus
Om!
Baca juga kisah perjalananku selanjutnya di
http://sejutaceritamuda.blogspot.co.id/2015/12/backpacker-ke-kampung-wae-rebo_49.html
Baca juga kisah perjalananku selanjutnya di
http://sejutaceritamuda.blogspot.co.id/2015/12/backpacker-ke-kampung-wae-rebo_49.html
0 komentar:
Posting Komentar