Minggu, 31 Januari 2016

Back Packer Ke Danau Kelimutu, Kota Ende, Flores Nusa Tenggara Timur


“Indahnya Kebersamaan Dalam Bingkai Kesederhanaan.”

Bermula dari surat tugas dari lembaga sosial tempatku bekerja untuk  berkunjung ke salah satu kantor cabang di Kabupaten Borong Manggarai Timur, NTT. Perjalanan dinas yang selalu membuatku semakin hidup dan menambah banyak pengalaman. Karena selain menuntaskan tanggung jawab kerja, tentunya aku juga akan punya kesempatan untuk meng-explore indahnya pulau Flores. Pulau yang mempunyai jutaan pesona dengan bentangan alamnya yang indah

Jam weker-ku berdering tepat jam 04:00 subuh hari Minggu 17 Januari 2016. Kebetulan aku malam ini menginap di Hotel Ibis di Bandara Sultan Hasanuddin Ujung Pandang, Makassar. Hotel yang cukup nyaman, karena selain dapat potongan harga juga karena hotel tersebut tepat berada di sisi bandara. Jadi aku tidak perlu cemas untuk mencari taxi atau kendaraan lainnya menuju ke bandara.
Aku segera bangun dan siap berkemas. Ku lahap sepotong roti yang sudah kusiapkan untuk bekal perjalanan. Rasa kantuk dan lelah aku lupakan sejenak mengingat perjalanan ini pasti akan menyenangkan. Kuderek koper merah dan tas kecilku menuju lobi untuk melakukan check out.”Terima kasih sudah menginap di hotel Ibis, kami tunggu kedatangannya kembali” ucap salah seorang petugas lobi. Segera kubalas dengan senyum terbaikku.

Penerbanganku  akan menempuh rute Ujung Pandang-Denpasar-Labuan Bajo. Dimulai dari penerbangan jam 06:30 Pagi dan berakhir di Labuan Bajo jam 12:30 siang, semoga saja tidak “delay”. Sepanjang penerbangan menuju Denpasar via Garuda, kuhabiskan dengan tidur nyenyak untuk membalas waktu tidurku yang terasa kurang sejak malam lalu. Selain itu,  menjaga kesehatan dan vitalitas tubuh adalah hal yang paling penting ketika kita melakukan perjalanan jauh sendirian. 

Akhirnya tibalah aku di kota tari kecak sekitar jam 8:20 WITA. Ku ambil smartphone ku untuk segera menghubungi seseorang yang akan menjadi teman perjalananku nanti. “Hai mbak Murni.” Sapaku melalui pesan. Hpku dengan cepat berdering, pertanda mendapatkan response “Hai juga mas, saya sudah dibandara Bali.” Jawabnya. Waduh,Sleketep!! dia mengira aku adalah laki-laki. Aku segera  balas kembali dan akhirnya kami bertemu tepat dibelakang patung barongsai di dalam bandara Ngurah Rai.

Ku sapa Mbak Murni dan mulailah kami berkenalan. Eits, ternyata ada satu rekan lagi, seorang lelaki berbadan tegap, sebut saja namanya Mas Guril. Mereka berdua akan menjadi teman perjalananku nanti. Dan Mereka berdua jugalah yang akan menjadi fasilitator  yang tentunya akan membantu menyukseskan kegiatanku selama di Kab.Borong nanti.


Penerbangan kami menuju ke Bandara Komodo sedikit terlambat. Dengan Kalstar akhirnya tibalah kami tepat jam 13:00 siang. Om Fandhel, driver yang menjemput kami sudah siap untuk mengantarkan kami menuju kota Borong. Hawa Panas luar biasa segera menyergap kami. Cuaca ekstrim beginilah yang selalu menjadi tantangan tersendiri dalam melakukan sebuah perjalanan.



Sebelum melanjutkan perjalanan, Mas Guril meminta sejenak untuk mampir ke rumah saudaranya di dekat bandara. Kamipun meng”iya”kan. Sembari menunggu beliau, kami mengobrol ria di bibir pantai dengan adik-adik yang sedang asyik berenang. Tak sungkan-sungkan mereka menunjukkan keahliannya dalam berenang. Melompat dari ketinggian beberapa meter  menyebur kepantai tanpa bantuan pengaman apapun. Byur!! Riuh terdengar gemericik air yang berdentum diiringi dengan tawa mereka. Aku, hanya mampu ternganga sambil berdecak kagum “Mereka Sungguh luar biasa.” Andaikan ada yang melatih mereka untuk menjadi atlit renang, pasti hasilnya akan mengagumkan. Iya, seandainya.

Usai bercanda dan berfoto dengan mereka, kami bergegas melanjutkan perjalanan yang kira-kira harus ditempuh sekitar 7 jam. Teman kami, Kak Tarsi sudah menunggu kami di tepi jalan untuk ikut bersama ke Borong. Kami akhirnya berlima dalam satu mobil. Baru sekitar 30 menit perjalanan, kami diguyur hujan yang demikian derasnya. Hawa panas langsung berubah menjadi dingin,  lalu menjadi sangat dingin. Kabut mulai turun beriringan dengan rintikan air hujan.

Didalam mobil kami riuh saling bercanda dan membahas segala hal yang kami temui selama di jalan. Sampai akhirnya mata kami menjadi menghijau ketika melihat gelantungan buah durian yang dijajakan ditepi jalan. Tanpa berpikir panjang, Mas Guril dan Mbak Murni segera turun mobil untuk membelinya. Aku, Om Fandhel dan Kak Tarsi memilih untuk tetap didalam mobil menunggu mereka. Hujan sangat deras. Mas Guril dan Mbak Murni lumayan basah!

Empat buah durian sempurna mendarat didalam mobil. Per biji Rp.20.000, sangat murah bukan? Segera kami tutup rapat-rapat jendela dan pintu mobil kami, khawatir air hujan akan membasahi. Seketika bau semerbak durian memenuhi mobil yang ber-AC. Godaan untuk segera makan tidak bisa kami elakkan, Mas Guril dengan semangat membuka satu buah durian yang akhirnya kami keroyok bersama-sama. Eh,  lebih tepatnya hanya aku, Mas Guril dan Mbak Murni yang makan. Yummy!




Sebentar kemudian hujan mulai reda. “Look! Ada Pelangi!” Teriakku spontans dengan penuh kegirangan. Pelanginya indah sekali. Bentuk setengah lingkaran dengan gradasi warna yang sungguh mempesona. Teriakanku sontak membuat teman-teman didalam mobil merasa kaget.”Yaelah Mbak, Pelangi kan ya ada dimana-mana dan hal biasa” ucap Mas Guril. Bagiku pelangi sore ini adalah hal yang luar biasa. Sudah lama sekali aku tidak melihat pelangi. Mungkin karena aku tinggal di kota yang penuh dengan polusi, jadi sangat jarang melihat langit jernih. Aku sangat menikmati pelangi sore ini. Segera kuabadikan dengan kamera canggihnya Mas Guril, Nikon D3200. Aku penyuka pelangi dari dulu. Ku tatap pelangi dengan khitmad, Aku selalu bangga menyebut diriku sebagai  gadis pemburu pelangi!.

Kegemaran kami terhadap durian, ternyata tidak demikian dengan Kak Tarsi. Dari awal saya bertanya kepadanya untuk memastikan apakah dia baik-baik saja jika ada durian di dalam mobil. “Iya mbak, biasa saja” jawabnya meyakinkan. Namun, ternyata Kak Tarsi tidak berkata jujur. Terpaksa ia keluarkan seluruh isi perutnya ditepi jalan karena mual tidak tertahankan dengan aroma semerbak durian. Kami pun ikut merasa bersalah. Kami buka jendela mobil lebar-lebar agar sirkulasi udara menjadi normal. Ma’afkan kami ya Kak Tarsi, habisnya durian enak sih,hehe

Sampai di tengah perjalanan, tepatnya di daerah Lembor, kami berhenti untuk santap makan siang. Mas Guril mulai curhat kalau merasakan tidak enak badan.  Dia merasakan pusing dan mulai mual.  Bahkan beliau tidak berani makan siang, khawatir akan muntah. Akhirnya secangkir kopi panas beliau pesan untuk sekedar menghangatkan badan.“Mungkin karena Mas Guril sempat kehujanan langsung waktu beli durian itu ya” tuturku sok tahu. Cuaca ekstrim tidak membuat badan seseorang bisa tahan.  Dari Labuan Bajo yang super duper panas, lalu tiba-tiba hujan dengan hawa yang dingin. Untuk menjaga kestabilan energi, aku pun memesan makanan dan segelas minuman hangat.

Perjalanan kami masih sangat panjang. Malam mulai datang. Jalanan pun sangat gelap. Badan kami harus rela terbanting ke kanan dan ke kiri karena hampir semua jalanan berkelok-kelok tiada henti. Belum lagi jalanan yang cenderung naik dan tikungan. Bahkan Mas Guril sempat melempar guyonan “Ya Alloh, berikanlah kami jalan yang lurus”.  Hadew, dramatis!

Tepat jam 09:00 malam, akhirnya sampailah kami di  tujuan, yaitu hotel primadona Borong. Kak Ken , teman kerja ku sudah memesan kamar untuk kami. Segera kurebahkan tubuhku ke kasur, rasa kantuk yang sungguh tidak tertahankan. Aku harus segera tidur,karena besok acara akan dimulai pagi hari.

Senin, 18 Januari 2016
Ku hirup udara pagi ini. Kugeliatkan tubuhku sembari relaksasi. Aku siap menghadapi pagi ini. Tepat jam 08:00 Pagi om fandhel sudah menjemput kami menuju Desa sok untuk cara pelatihan kepada beberapa tokoh masyarakat. Acara berjalan dengan lancar yang mulai dibuka oleh Kepala Bappeda. Banyak hal yang kami diskusikan selama proses peningkatan kapasitas ini. Aku sendiripun banyak belajar ilmu-ilmu baru.



Hari-hari berikutnya (Selasa, Rabu dan Kamis) pun berjalan dengan sangat lancar.  Antusiasme peserta pelatihan membuat proses diskusi menjadi berjalan apik. Terlebih lagi kemampuan fasilitator yang mampu membawa suasana menjadi  cair dan mampu mengajak mereka berpartisipasi aktif. Tempelan-tempelan kertas berwarna-warni selalu menjadi pemandangan yang menarik untuk memikat hati para peserta untuk andil dalam proses diskusi.


Sebagai notulensi, ada beberapa hal yang menjadi catatan penting dalam proses mengentaskan permasalah pada anak-anak di kota Borong, yaitu pemberdayaan  masyarakat ,revitalisasi nilai-nilai luhur budaya, pembangunan sarana dan pra sarana, penyadaran semua elemen masyarakat, penguatan institusi lokal  yang akan berperan mempromosikan hak-hak anak, advocacy (content & structure), networking untuk mendekatkan akses kemasyarakatan, membuat sanggar dan forum anak dan pendampingan kasus.


Teman-teman kerja kami juga sangat berperan dalam pelatihan kali ini. Yaitu ada Kak Dedy, Tante voni, Kak Pieter, Kak Herry dan juga teman dari Manggarai Barat, Kak Konrad dan kak Tarsi. Mereka juga ikut antusias mendengarkan segala materi serta masukan dari fasilitator.

Oiya, ada kejadian lucu dalam pelatihan ini.  Seperti kita tahu bahwa mayoritas agama di Borong adalah non Muslim. Jadi sebelum acara dimulai, Mas Guril atau Kak Dedy diminta untuk sembelih ayam terlebih dahulu. Agar kami bisa ikut mengkonsumsi daging ayamnya. Sungguh! Toleransi agama yang menakjubkan. Perbedaan tidak menjadi batas dalam pertemanan. Justru perbedaan membuat kami menjadi lebih sinergi dan saling memahami.

Kami juga sempat di jamu makan malam di keluarganya kak Dedy. Kak Dedy merupakan rekan lamanya Mbak Murni. Jadi aku menjadi saksi mereka dalam adegan reunian. Kami tentunya bertemu dengan Mama Della, Della yang cantik dengan bulu mata yang panjang dan lentik dan si kecil avis yang  terlihat lebih gendut yang sudah mulai bisa merangkak. Makanannya enak banget. Ini adalah makanan tersedap yang aku makan selama tinggal di Kota Borong, serius! Ada sayur, buah, ayam panggal, sambal, dsb. Aku aja sampai dua kali tambah, ups hehe. Ini sih bukan karena laper, tapi karena doyan!

Yeah! Finally we did! Today is the last day! Semangat serta komitment yang terbentuk dalam pelatihan ini membuat kami bisa bernafas lega. Mereka mempunyai inisiatif dan jiwa visioner untuk berbuat yang terbaik untuk anak-anak di Kota Borong. Kami akhirnya berpamitan satu sama lain. Banyak hal yang aku dapatkan selama disini. Banyak canda tawa bersama dan bully-an lucu  itulah hal yang selalu akan aku rindukan. Apalagi kami mendapatkan banyak hadiah. Ada  handuk dan syall khas Timor yang dikalungkan oleh kak Ken ke leher kami. Dan satu lagi, kak Dedy memberikan aku sebotol madu asli. Aku terharu, really! See You Again.

Tanggung jawab sudah diemban, sekarang waktunya refresh our mind, allright!! Kami pun mulai berdiskusi, mau kemana kita? Aku cenderung ikut saja apapun keputusan teman-teman. Mbak Murni mengusulkan untuk ke Pulau Komodo, karena belum sekalipun berkunjung kesana, lebih-lebih ada tumpangan perahu gratis,hehe. Namun Mas Guril bilang  “Saya sudah tiga kali kesana, namun aku tidak tahu apa yang harus aku nikmati, Perjalanannya panjang untuk melihat Komodo yang bentuknya seperti melihat kadal dengan ukuran besar, mirip seperti biawak, Silahkan kalian kesana nanti aku siapkan armadanya, tapi saya nggak mau ikut.” Well..well..well..Akhirnya jatuhlah pilihan kami ke Danau Kelimutu. Semoga pilihan terbaik dengan segala pertimbangan. Kami pun berangkat malam ini.

Jum’at, 22 Januari 2016

Danau Kelimutu adalah salah satu keajaiban alam yang dimiliki Indonesia.Tempat wisata yang bisa dibilang sangat menakjubkan ini berada di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Berada di puncak sebuah gunung dengan nama yang sama, Danau Kelimutu menarik perhatian banyak wisatawan dalam dan luar negeri.

Dari Kota Borong kami akan menempuh perjalanan selama kurang lebih 9 jam via mobil. Jalanan yang seksi nan berliku tajam membuat kami harus bersiap akan goncangannya. Terlebih kepada Om fandhel, harus rela melek semalam penuh demi mengantarkan kami kesana dengan selamat.

Berdasarkan informasi dari Om Google.com, Gunung ini memiliki tiga buah danau kawah di puncaknya. Danau ini dikenal dengan nama Danau Tiga Warna karena memiliki tiga warna yang berbeda, yaitu merah, biru, dan putih. Walaupun begitu, warna-warna tersebut selalu berubah-ubah seiring dengan perjalanan waktu.  Jadi untung-untungan saja “warna apakah yang akan kujumpai nanti ya?”

Kelimutu merupakan gabungan kata dari "keli" yang berarti gunung dan kata"mutu" yang berarti mendidih. Menurut kepercayaan penduduk setempat, warna-warna pada danau Kelimutu memiliki arti masing-masing dan memiliki kekuatan alam yang sangat dahsyat. Danau ini berada di ketinggian 1.631 meter dari permukaan laut. Dan kawasan Kelimutu telah ditetapkan menjadi Kawasan Konservasi Alam Nasional sejak 26 Februari 1992. Seperti apa ya? Duh I can’t wait!!

Tepat jam 3 dini hari, sampailah kami di depan tulisan “Selamat Datang di Taman Nasional Kelimutu.” Aku yang sedari tadi tidur selama perjalanan, akhirnya terbangun. Padahal tadi aku bilang sama om Fandhel akan menemaninya selama perjalanan,hihi ma’af ya om..ketiduran. Padahal kata Mbak Murni, perjalanan tadi sangat seram, karena jalannya sangat terjal berkelok. Untung aku tidak lihat! :P.

Dingin.. Brrr.. Kami pun turun dari Mobil untuk sekedar meluruskan punggung dan membersihkan diri. Mas guril dan Om fandhel memesan kopi, sedangkan mb. Murni memesan Pop Mie. Aku lebih memilih menikmati malam yang bertaburan bintang. Aku menatap kota dari kejauhan. Tampak remang-remang cahaya lampu yang bersinar. “Jumlah lampunya sedikit ya.” Ucapku. “Sedikit? Coba hitung!” jawab Mas Guril. Hadeh! “Nggak bisa hitung kan? Bukan sedikit, tapi tidak sebanyak di tempat lain yang pernah kamu lihat.”lanjutnya. Hemm.. Aku memilih untuk tidak berdebat,haha.  

Jam 04:00 pagi plang ticketing baru dibuka. Untuk wisatawan domestik dikenai biaya Rp. 5.000/ orang dan Parkir Mobil Rp.5000. Sedangkan untuk wisatawan asing dikenai biaya  Rp.150.000/ orang. Kontras banget ya..

Bagi yang memilih untuk menginap, alangkah lebih baiknya menginap di Moni, merupakan desa terdekat dengan lokasi danau. Ada banyak tempat penginapan disana dengan harga yang relatif kterjangkau. Agar bisa menyiapkan kondisi fisik yang fit. Namun, karena kami tiba mepet dengan matahari terbit, jadi kami tidak perlu mencari penginapan.

Kami pun langsung masuk ke lokasi parkir. Kami berjalan cepat ke puncak untuk menyaksikan suasana matahari terbit. Aku dan Om Fandhel jalan terlebih dahulu dengan bantuan senter untuk menerangi jalan. Sedangkan Mbak Murni dan Mas Guril lebih memilih jalan santai. Tampak beberapa rombongan juga berbondong-bondong bersama kami. “Selamat Pagi.” Ucap beberapa orang local yang berpapasan dengan kami. Duh..Ramahnya!


Untuk menuju puncak, kami harus menempuh jarak dengan tracking. Menurutku medannya sama sekali tidak berat. Aku butuh waktu sekitar 30 menit untuk mencapai puncak. Tempat trackingnya pun sudah ada jalur yang membuatku nyaman.  Namun, bisa jadi untuk orang yang belum terbiasa tracking, bisa membutuhkan waktu sekitar 1 jam.





Yeii.. Finally I got the top!. Ternyata sudah banyak orang yang sampai puncak baik turis local maupun asing, namun tidak begitu ramai. Hawa dipuncak sangat dingin, namun aku tertolong dengan bantuan jaket ajaibku,hehe. Tampak kabut putih menyelimuti puncak gunung. Setengah jam kemudian, semburat sinar merah muncul dari arah timur. Namun sun rise kali ini tidak begitu sempurna mungkin malu-malu dan sembunyi di balik awan putih.


Kami berkunjung di bulan desember, cuaca sering hujan. Sehingga moment untuk mendapatkan sun rise terbaik lebih susah didapat. Namun beruntungnya adalah tempat ini menjadi tidak terlalu sesak oleh pengunjung, jadi kami lebih leluasa untuk menikmati pagi dengan kedamaian. Jadi kalau ingin mendapatkan sun rise terbaik, datanglah dimusim liburan, yaitu bulan juni sampai Agustus.


Belasan orang ramai-ramai mengabadikan moment dengan berfoto selfie dengan background danau tersebut. Kami juga sibuk berfoto. Tak jarang kami saling melempar banyolan dan bully-an. Jadi lengkap sudah aksi antara sun rise, narsisme dan bully-an.




Aku sangat bersyukur bisa berkunjung disini. Indah sekali. Aku sedikitpun tidak menyesal tidak menjumpai sun rise terbaik. Karena aku sangat bisa menikmati indahnya gulungan awan putih yang seolah membentuk gelombang. Saat sinar itu makin terang, tampaklah Danau Kelimutu, yang berupa kawah di antara puncak gunung. Dan kami mendapati warna hijau ke biru-biruan.

Danau ini sangat rawan bila terjadi gempa atau getaran hebat. Sehingga batas puncak dilengkapi dengan pagar pembatas. Agar pengunjung lebih berhati-hati untuk tidak berfoto melewati batas tersebut.



Oiya kami sempat bertemu dengan para mahasiswa dari Bogor dan sekitarnya yang sedang melakoni jelajah Flores, katanya sih akan menjelajah 14 tujuan wisata selama 17 hari. Wow! It is cool, jaga kesehatan aja yakk!.. Mereka juga asyik diajak bercanda. Sepertinya cuman kami yang membuat susana jadi ramai, semoga pengunjung yang lain tidak merasa terganggu.

Seusai puas bercanda dan berfoto, kami pun berangsur ke Danau yang lain. Warna airnya pun kurang lebih sama, hanya birunya sedikit lebih tua. Sebagai salah satu objek wisata andalan, maka akomodasi di sekitar danau pun cukup diperhatikan. Di sekitar danau terdapat pondok jaga, shelter berteduh untuk pengunjung, MCK, kapasitas lahan parkir dan beberapa penjual yang menjajakan jualannya.



Area wisata Danau Kelimutu sangat bersih, Bahkan hampir aku tidak menjumpai sampah yang dibuang bebas. Karena penjual minuman hangat dan cemilan yang diatas puncak selalu memunguti sampah, baik sampah yang dihasilkannya maupun sampah yang ditinggalkan oleh pengunjung yang tidak bertanggung jawab. Wow..Saluut!!




Karena sinar sudah mulai terang, tampak jelas semua jenis pepohonan yang berada disekeliling kami. Banyak tumbuhan yang diberi plang nama. Ada kesambi, Pinus, cemara dan banyak tanaman hijau lainnya. Bahkan ada beberapa tanaman yang tidak pernah aku jumpai ditempat lain. Suara serangga yang sedang berdering seolah menajdi teman yang menyambut kedatangan kami. Banyak juga spot untuk berfoto dan juga papan-papan yang berisi pesan untuk ikut melestarikan danau ini.





Sekitar jam 09:00 pagi akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan berikutnya. Dengan badan yang terasa  lebih hangat karena segelas teh, aku siap menjelajah belahan destinasi wisata lainnya. Kami pulang tanpa meninggalkan apapun, kecuali jejak langkah kaki kami. Kami pergi tanpa bisa memberi sesuatu apapun, namun Kelimutu sudah mampu memberikanku bentangan alam yang indah, pengalaman, kebahagiaan serta takjub rasa syukur. See you Kelimutu Mount!


Tujuan kami selanjutnya adalah ke Kota Ende. Mau tahu cerita selanjutnya?? Klik ini ya.. 
Backpacker ke Kota Ende, Flores, NTT, Indonesia “Menyusuri Jejak Bung Karno di Taman Perenungan Pancasila"