“Indahnya Kebersamaan Dalam Bingkai Kesederhanaan.”
Bermula
dari surat tugas dari lembaga sosial tempatku bekerja untuk berkunjung ke salah satu kantor cabang di
Kabupaten Borong Manggarai Timur, NTT. Perjalanan dinas yang selalu membuatku
semakin hidup dan menambah banyak pengalaman. Karena selain menuntaskan
tanggung jawab kerja, tentunya aku juga akan punya kesempatan untuk meng-explore indahnya pulau Flores. Pulau
yang mempunyai jutaan pesona dengan bentangan alamnya yang indah
Jam
weker-ku berdering tepat jam 04:00 subuh hari Minggu 17 Januari 2016. Kebetulan
aku malam ini menginap di Hotel Ibis di Bandara Sultan Hasanuddin Ujung
Pandang, Makassar. Hotel yang cukup nyaman, karena selain dapat potongan harga
juga karena hotel tersebut tepat berada di sisi bandara. Jadi aku tidak perlu
cemas untuk mencari taxi atau
kendaraan lainnya menuju ke bandara.
Aku
segera bangun dan siap berkemas. Ku lahap sepotong roti yang sudah kusiapkan
untuk bekal perjalanan. Rasa kantuk dan lelah aku lupakan sejenak mengingat
perjalanan ini pasti akan menyenangkan. Kuderek koper merah dan tas kecilku
menuju lobi untuk melakukan check out.”Terima kasih sudah menginap di hotel
Ibis, kami tunggu kedatangannya kembali” ucap salah seorang petugas lobi.
Segera kubalas dengan senyum terbaikku.
Penerbanganku akan menempuh rute Ujung
Pandang-Denpasar-Labuan Bajo. Dimulai dari penerbangan jam 06:30 Pagi dan
berakhir di Labuan Bajo jam 12:30 siang, semoga saja tidak “delay”. Sepanjang penerbangan menuju Denpasar via Garuda,
kuhabiskan dengan tidur nyenyak untuk membalas waktu tidurku yang terasa kurang
sejak malam lalu. Selain itu, menjaga
kesehatan dan vitalitas tubuh adalah hal yang paling penting ketika kita
melakukan perjalanan jauh sendirian.
Akhirnya
tibalah aku di kota tari kecak sekitar jam 8:20 WITA. Ku ambil smartphone ku
untuk segera menghubungi seseorang yang akan menjadi teman perjalananku nanti. “Hai mbak Murni.” Sapaku melalui pesan.
Hpku dengan cepat berdering, pertanda mendapatkan response “Hai juga mas, saya sudah dibandara Bali.” Jawabnya. Waduh,Sleketep!! dia mengira aku adalah
laki-laki. Aku segera balas kembali dan
akhirnya kami bertemu tepat dibelakang patung barongsai di dalam bandara Ngurah
Rai.
Ku
sapa Mbak Murni dan mulailah kami berkenalan. Eits, ternyata ada satu rekan
lagi, seorang lelaki berbadan tegap, sebut saja namanya Mas Guril. Mereka
berdua akan menjadi teman perjalananku nanti. Dan Mereka berdua jugalah yang
akan menjadi fasilitator yang tentunya
akan membantu menyukseskan kegiatanku selama di Kab.Borong nanti.
Penerbangan
kami menuju ke Bandara Komodo sedikit terlambat. Dengan Kalstar akhirnya
tibalah kami tepat jam 13:00 siang. Om Fandhel, driver yang menjemput kami
sudah siap untuk mengantarkan kami menuju kota Borong. Hawa Panas luar biasa
segera menyergap kami. Cuaca ekstrim beginilah yang selalu menjadi tantangan
tersendiri dalam melakukan sebuah perjalanan.
Sebelum
melanjutkan perjalanan, Mas Guril meminta sejenak untuk mampir ke rumah
saudaranya di dekat bandara. Kamipun meng”iya”kan.
Sembari menunggu beliau, kami mengobrol ria di bibir pantai dengan adik-adik
yang sedang asyik berenang. Tak sungkan-sungkan mereka menunjukkan keahliannya
dalam berenang. Melompat dari ketinggian beberapa meter menyebur kepantai tanpa bantuan pengaman apapun.
Byur!! Riuh terdengar gemericik air
yang berdentum diiringi dengan tawa mereka. Aku, hanya mampu ternganga sambil
berdecak kagum “Mereka Sungguh luar
biasa.” Andaikan ada yang melatih mereka untuk menjadi atlit renang, pasti
hasilnya akan mengagumkan. Iya, seandainya.
Usai
bercanda dan berfoto dengan mereka, kami bergegas melanjutkan perjalanan yang
kira-kira harus ditempuh sekitar 7 jam. Teman kami, Kak Tarsi sudah menunggu
kami di tepi jalan untuk ikut bersama ke Borong. Kami akhirnya berlima dalam
satu mobil. Baru sekitar 30 menit perjalanan, kami diguyur hujan yang demikian
derasnya. Hawa panas langsung berubah menjadi dingin, lalu menjadi sangat dingin. Kabut mulai turun
beriringan dengan rintikan air hujan.
Didalam
mobil kami riuh saling bercanda dan membahas segala hal yang kami temui selama
di jalan. Sampai akhirnya mata kami menjadi menghijau ketika melihat
gelantungan buah durian yang dijajakan ditepi jalan. Tanpa berpikir panjang,
Mas Guril dan Mbak Murni segera turun mobil untuk membelinya. Aku, Om Fandhel
dan Kak Tarsi memilih untuk tetap didalam mobil menunggu mereka. Hujan sangat
deras. Mas Guril dan Mbak Murni lumayan basah!
Empat
buah durian sempurna mendarat didalam mobil. Per biji Rp.20.000, sangat murah
bukan? Segera kami tutup rapat-rapat jendela dan pintu mobil kami, khawatir air
hujan akan membasahi. Seketika bau semerbak durian memenuhi mobil yang ber-AC. Godaan
untuk segera makan tidak bisa kami elakkan, Mas Guril dengan semangat membuka
satu buah durian yang akhirnya kami keroyok bersama-sama. Eh, lebih tepatnya hanya aku, Mas Guril dan Mbak
Murni yang makan. Yummy!
Sebentar
kemudian hujan mulai reda. “Look! Ada
Pelangi!” Teriakku spontans dengan penuh kegirangan. Pelanginya indah
sekali. Bentuk setengah lingkaran dengan gradasi warna yang sungguh mempesona.
Teriakanku sontak membuat teman-teman didalam mobil merasa kaget.”Yaelah Mbak, Pelangi kan ya ada dimana-mana
dan hal biasa” ucap Mas Guril. Bagiku pelangi sore ini adalah hal yang luar
biasa. Sudah lama sekali aku tidak melihat pelangi. Mungkin karena aku tinggal
di kota yang penuh dengan polusi, jadi sangat jarang melihat langit jernih. Aku
sangat menikmati pelangi sore ini. Segera kuabadikan dengan kamera canggihnya Mas
Guril, Nikon D3200. Aku penyuka pelangi dari dulu. Ku tatap pelangi dengan khitmad,
Aku selalu bangga menyebut diriku sebagai
gadis pemburu pelangi!.
Kegemaran
kami terhadap durian, ternyata tidak demikian dengan Kak Tarsi. Dari awal saya
bertanya kepadanya untuk memastikan apakah dia baik-baik saja jika ada durian
di dalam mobil. “Iya mbak, biasa saja”
jawabnya meyakinkan. Namun, ternyata Kak Tarsi tidak berkata jujur. Terpaksa ia
keluarkan seluruh isi perutnya ditepi jalan karena mual tidak tertahankan
dengan aroma semerbak durian. Kami pun ikut merasa bersalah. Kami buka jendela
mobil lebar-lebar agar sirkulasi udara menjadi normal. Ma’afkan kami ya Kak
Tarsi, habisnya durian enak sih,hehe
Sampai
di tengah perjalanan, tepatnya di daerah Lembor, kami berhenti untuk santap
makan siang. Mas Guril mulai curhat kalau merasakan tidak enak badan. Dia merasakan pusing dan mulai mual. Bahkan beliau tidak berani makan siang,
khawatir akan muntah. Akhirnya secangkir kopi panas beliau pesan untuk sekedar
menghangatkan badan.“Mungkin karena Mas
Guril sempat kehujanan langsung waktu beli durian itu ya” tuturku sok tahu.
Cuaca ekstrim tidak membuat badan seseorang bisa tahan. Dari Labuan Bajo yang super duper panas, lalu
tiba-tiba hujan dengan hawa yang dingin. Untuk menjaga kestabilan energi, aku
pun memesan makanan dan segelas minuman hangat.
Perjalanan
kami masih sangat panjang. Malam mulai datang. Jalanan pun sangat gelap. Badan
kami harus rela terbanting ke kanan dan ke kiri karena hampir semua jalanan berkelok-kelok
tiada henti. Belum lagi jalanan yang cenderung naik dan tikungan. Bahkan Mas
Guril sempat melempar guyonan “Ya Alloh,
berikanlah kami jalan yang lurus”. Hadew,
dramatis!
Tepat
jam 09:00 malam, akhirnya sampailah kami di
tujuan, yaitu hotel primadona Borong. Kak Ken , teman kerja ku sudah
memesan kamar untuk kami. Segera kurebahkan tubuhku ke kasur, rasa kantuk yang
sungguh tidak tertahankan. Aku harus segera tidur,karena besok acara akan
dimulai pagi hari.
Senin, 18 Januari 2016
Ku
hirup udara pagi ini. Kugeliatkan tubuhku sembari relaksasi. Aku siap
menghadapi pagi ini. Tepat jam 08:00 Pagi om fandhel sudah menjemput kami
menuju Desa sok untuk cara pelatihan kepada beberapa tokoh masyarakat. Acara
berjalan dengan lancar yang mulai dibuka oleh Kepala Bappeda. Banyak hal yang kami
diskusikan selama proses peningkatan kapasitas ini. Aku sendiripun banyak
belajar ilmu-ilmu baru.
Hari-hari
berikutnya (Selasa, Rabu dan Kamis) pun berjalan dengan sangat lancar. Antusiasme peserta pelatihan membuat proses
diskusi menjadi berjalan apik. Terlebih lagi kemampuan fasilitator yang mampu
membawa suasana menjadi cair dan mampu
mengajak mereka berpartisipasi aktif. Tempelan-tempelan kertas berwarna-warni
selalu menjadi pemandangan yang menarik untuk memikat hati para peserta untuk
andil dalam proses diskusi.
Sebagai
notulensi, ada beberapa hal yang menjadi catatan penting dalam proses mengentaskan
permasalah pada anak-anak di kota Borong, yaitu pemberdayaan masyarakat ,revitalisasi nilai-nilai luhur
budaya, pembangunan sarana dan pra sarana, penyadaran semua elemen masyarakat,
penguatan institusi lokal yang akan
berperan mempromosikan hak-hak anak, advocacy (content & structure), networking
untuk mendekatkan akses kemasyarakatan, membuat sanggar dan forum anak dan
pendampingan kasus.
Teman-teman
kerja kami juga sangat berperan dalam pelatihan kali ini. Yaitu ada Kak Dedy, Tante
voni, Kak Pieter, Kak Herry dan juga teman dari Manggarai Barat, Kak Konrad dan
kak Tarsi. Mereka juga ikut antusias mendengarkan segala materi serta masukan
dari fasilitator.
Oiya,
ada kejadian lucu dalam pelatihan ini.
Seperti kita tahu bahwa mayoritas agama di Borong adalah non Muslim.
Jadi sebelum acara dimulai, Mas Guril atau Kak Dedy diminta untuk sembelih ayam
terlebih dahulu. Agar kami bisa ikut mengkonsumsi daging ayamnya. Sungguh!
Toleransi agama yang menakjubkan. Perbedaan tidak menjadi batas dalam
pertemanan. Justru perbedaan membuat kami menjadi lebih sinergi dan saling
memahami.
Kami
juga sempat di jamu makan malam di keluarganya kak Dedy. Kak Dedy merupakan
rekan lamanya Mbak Murni. Jadi aku menjadi saksi mereka dalam adegan reunian. Kami
tentunya bertemu dengan Mama Della, Della yang cantik dengan bulu mata yang
panjang dan lentik dan si kecil avis yang terlihat lebih gendut yang sudah mulai bisa
merangkak. Makanannya enak banget. Ini adalah makanan tersedap yang aku makan
selama tinggal di Kota Borong, serius! Ada sayur, buah, ayam panggal, sambal,
dsb. Aku aja sampai dua kali tambah, ups hehe. Ini sih bukan karena laper, tapi karena doyan!
Yeah! Finally we did! Today is the
last day! Semangat serta komitment yang terbentuk dalam
pelatihan ini membuat kami bisa bernafas lega. Mereka mempunyai inisiatif dan
jiwa visioner untuk berbuat yang terbaik untuk anak-anak di Kota Borong. Kami
akhirnya berpamitan satu sama lain. Banyak hal yang aku dapatkan selama disini.
Banyak canda tawa bersama dan bully-an
lucu itulah hal yang selalu akan aku
rindukan. Apalagi kami mendapatkan banyak hadiah. Ada handuk dan syall khas Timor yang dikalungkan
oleh kak Ken ke leher kami. Dan satu lagi, kak Dedy memberikan aku sebotol madu
asli. Aku terharu, really! See You Again.
Tanggung
jawab sudah diemban, sekarang waktunya refresh our mind, allright!! Kami pun
mulai berdiskusi, mau kemana kita? Aku cenderung ikut saja apapun keputusan
teman-teman. Mbak Murni mengusulkan untuk ke Pulau Komodo, karena belum
sekalipun berkunjung kesana, lebih-lebih ada tumpangan perahu gratis,hehe.
Namun Mas Guril bilang “Saya sudah tiga kali kesana, namun aku
tidak tahu apa yang harus aku nikmati, Perjalanannya panjang untuk melihat
Komodo yang bentuknya seperti melihat kadal dengan ukuran besar, mirip seperti
biawak, Silahkan kalian kesana nanti aku siapkan armadanya, tapi saya nggak mau
ikut.” Well..well..well..Akhirnya jatuhlah pilihan kami ke Danau Kelimutu. Semoga
pilihan terbaik dengan segala pertimbangan. Kami pun berangkat malam ini.
Danau
Kelimutu adalah salah satu keajaiban alam yang dimiliki Indonesia.Tempat
wisata yang bisa dibilang sangat menakjubkan ini berada di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara
Timur. Berada di puncak sebuah gunung dengan nama yang sama, Danau
Kelimutu menarik perhatian banyak wisatawan dalam dan luar negeri.
Dari
Kota Borong kami akan menempuh perjalanan selama kurang lebih 9 jam via mobil.
Jalanan yang seksi nan berliku tajam membuat kami harus bersiap akan
goncangannya. Terlebih kepada Om fandhel, harus rela melek semalam penuh demi
mengantarkan kami kesana dengan selamat.
Berdasarkan
informasi dari Om Google.com, Gunung
ini memiliki tiga buah danau kawah di puncaknya. Danau ini dikenal dengan nama
Danau Tiga Warna karena memiliki tiga warna yang berbeda, yaitu merah, biru,
dan putih. Walaupun begitu, warna-warna tersebut selalu berubah-ubah seiring
dengan perjalanan waktu. Jadi
untung-untungan saja “warna apakah yang
akan kujumpai nanti ya?”
Kelimutu
merupakan gabungan kata dari "keli" yang
berarti gunung dan kata"mutu" yang
berarti mendidih. Menurut kepercayaan penduduk setempat, warna-warna pada danau
Kelimutu memiliki arti masing-masing dan memiliki kekuatan alam yang sangat
dahsyat. Danau ini berada di ketinggian 1.631 meter dari permukaan laut. Dan kawasan
Kelimutu telah ditetapkan menjadi Kawasan Konservasi Alam Nasional sejak 26
Februari 1992. Seperti apa ya? Duh I can’t
wait!!
Tepat
jam 3 dini hari, sampailah kami di depan tulisan “Selamat Datang di Taman Nasional Kelimutu.” Aku yang sedari tadi
tidur selama perjalanan, akhirnya terbangun. Padahal tadi aku bilang sama om
Fandhel akan menemaninya selama perjalanan,hihi
ma’af ya om..ketiduran. Padahal kata Mbak Murni, perjalanan tadi sangat
seram, karena jalannya sangat terjal berkelok. Untung aku tidak lihat! :P.
Dingin.. Brrr.. Kami pun turun dari Mobil untuk sekedar meluruskan punggung dan membersihkan diri. Mas guril dan Om fandhel memesan kopi, sedangkan mb. Murni memesan Pop Mie. Aku lebih memilih menikmati malam yang bertaburan bintang. Aku menatap kota dari kejauhan. Tampak remang-remang cahaya lampu yang bersinar. “Jumlah lampunya sedikit ya.” Ucapku. “Sedikit? Coba hitung!” jawab Mas Guril. Hadeh! “Nggak bisa hitung kan? Bukan sedikit, tapi tidak sebanyak di tempat lain yang pernah kamu lihat.”lanjutnya. Hemm.. Aku memilih untuk tidak berdebat,haha.
Jam
04:00 pagi plang ticketing baru dibuka. Untuk wisatawan domestik dikenai biaya
Rp. 5.000/ orang dan Parkir Mobil Rp.5000. Sedangkan untuk wisatawan asing
dikenai biaya Rp.150.000/ orang. Kontras banget ya..
Bagi
yang memilih untuk menginap, alangkah lebih baiknya menginap di Moni, merupakan
desa terdekat dengan lokasi danau. Ada banyak tempat penginapan disana dengan harga
yang relatif kterjangkau. Agar bisa menyiapkan kondisi fisik yang fit. Namun,
karena kami tiba mepet dengan matahari terbit, jadi kami tidak perlu mencari
penginapan.
Kami
pun langsung masuk ke lokasi parkir. Kami berjalan cepat ke puncak untuk
menyaksikan suasana matahari terbit. Aku dan Om Fandhel jalan terlebih dahulu
dengan bantuan senter untuk menerangi jalan. Sedangkan Mbak Murni dan Mas Guril
lebih memilih jalan santai. Tampak beberapa rombongan juga berbondong-bondong
bersama kami. “Selamat Pagi.” Ucap
beberapa orang local yang berpapasan dengan kami. Duh..Ramahnya!
Untuk
menuju puncak, kami harus menempuh jarak dengan tracking. Menurutku medannya
sama sekali tidak berat. Aku butuh waktu sekitar 30 menit untuk mencapai
puncak. Tempat trackingnya pun sudah ada jalur yang membuatku nyaman. Namun, bisa jadi untuk orang yang belum
terbiasa tracking, bisa membutuhkan waktu sekitar 1 jam.
Yeii.. Finally I got the top!.
Ternyata sudah banyak orang yang sampai puncak baik turis local maupun asing, namun tidak begitu ramai. Hawa
dipuncak sangat dingin, namun aku tertolong dengan bantuan jaket ajaibku,hehe. Tampak
kabut putih menyelimuti puncak gunung. Setengah jam kemudian, semburat sinar
merah muncul dari arah timur. Namun sun
rise kali ini tidak begitu sempurna mungkin malu-malu dan sembunyi di balik
awan putih.
Kami
berkunjung di bulan desember, cuaca sering hujan. Sehingga moment untuk
mendapatkan sun rise terbaik lebih
susah didapat. Namun beruntungnya adalah tempat ini menjadi tidak terlalu sesak
oleh pengunjung, jadi kami lebih leluasa untuk menikmati pagi dengan kedamaian.
Jadi kalau ingin mendapatkan sun rise
terbaik, datanglah dimusim liburan, yaitu bulan juni sampai Agustus.
Belasan
orang ramai-ramai mengabadikan moment dengan berfoto selfie dengan background danau
tersebut. Kami juga sibuk berfoto. Tak jarang kami saling melempar banyolan dan
bully-an. Jadi lengkap sudah aksi antara sun
rise, narsisme dan bully-an.
Aku
sangat bersyukur bisa berkunjung disini. Indah sekali. Aku sedikitpun tidak
menyesal tidak menjumpai sun rise
terbaik. Karena aku sangat bisa menikmati indahnya gulungan awan putih yang
seolah membentuk gelombang. Saat sinar itu makin terang, tampaklah Danau
Kelimutu, yang berupa kawah di antara puncak gunung. Dan kami mendapati warna
hijau ke biru-biruan.
Danau
ini sangat rawan bila terjadi gempa atau getaran hebat. Sehingga batas puncak
dilengkapi dengan pagar pembatas. Agar pengunjung lebih berhati-hati untuk
tidak berfoto melewati batas tersebut.
Oiya
kami sempat bertemu dengan para mahasiswa dari Bogor dan sekitarnya yang sedang
melakoni jelajah Flores, katanya sih akan menjelajah 14 tujuan wisata selama 17
hari. Wow! It is cool, jaga kesehatan aja
yakk!.. Mereka juga asyik diajak bercanda. Sepertinya cuman kami yang
membuat susana jadi ramai, semoga pengunjung yang lain tidak merasa terganggu.
Seusai
puas bercanda dan berfoto, kami pun berangsur ke Danau yang lain. Warna airnya
pun kurang lebih sama, hanya birunya sedikit lebih tua. Sebagai salah satu
objek wisata andalan, maka akomodasi di sekitar danau pun cukup diperhatikan.
Di sekitar danau terdapat pondok jaga, shelter berteduh untuk pengunjung, MCK,
kapasitas lahan parkir dan beberapa penjual yang menjajakan jualannya.
Area
wisata Danau Kelimutu sangat bersih, Bahkan hampir aku tidak menjumpai sampah
yang dibuang bebas. Karena penjual minuman hangat dan cemilan yang diatas
puncak selalu memunguti sampah, baik sampah yang dihasilkannya maupun sampah
yang ditinggalkan oleh pengunjung yang tidak bertanggung jawab. Wow..Saluut!!
Karena
sinar sudah mulai terang, tampak jelas semua jenis pepohonan yang berada
disekeliling kami. Banyak tumbuhan yang diberi plang nama. Ada kesambi, Pinus,
cemara dan banyak tanaman hijau lainnya. Bahkan ada beberapa tanaman yang tidak
pernah aku jumpai ditempat lain. Suara serangga yang sedang berdering seolah
menajdi teman yang menyambut kedatangan kami. Banyak juga spot untuk berfoto
dan juga papan-papan yang berisi pesan untuk ikut melestarikan danau ini.
Sekitar
jam 09:00 pagi akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan
berikutnya. Dengan badan yang terasa
lebih hangat karena segelas teh, aku siap menjelajah belahan destinasi wisata
lainnya. Kami pulang tanpa meninggalkan apapun, kecuali jejak langkah kaki kami.
Kami pergi tanpa bisa memberi sesuatu apapun, namun Kelimutu sudah mampu
memberikanku bentangan alam yang indah, pengalaman, kebahagiaan serta takjub
rasa syukur. See you Kelimutu Mount!
Tujuan
kami selanjutnya adalah ke Kota Ende. Mau tahu cerita selanjutnya?? Klik ini
ya..
Backpacker ke Kota Ende, Flores, NTT, Indonesia “Menyusuri Jejak Bung Karno di Taman Perenungan Pancasila"
Backpacker ke Kota Ende, Flores, NTT, Indonesia “Menyusuri Jejak Bung Karno di Taman Perenungan Pancasila"