via travel.kini.co.id
Tiba-tiba aku
bertanya tentang makna kemandirian pada diriku sendiri. Apa benar aku sudah mandiri? Sudahkan
aku benar-benar bisa berdiri di atas kakiku sendiri? Atau jangan-jangan aku
hanya terlihat mandiri? Tapi kan selama ini aku sudah mampu membiayai hidupku
sendiri. Tapi kan aku juga masih sering minta support dari keluarga terdekat dalam
beberapa hal. Argh, Aku serius memikirkan tentang hal ini.
Awal mulanya
adalah disuatu malam, aku dan teman-teman sedang hang-out di salah satu cafe di
Jogja. Kami ber-empat, termasuk aku. Iya, dua laki dua perempuan. Tapi serius,
kami bukan duo date alias bukan berpacaran. Anyway, lupakan..tempat ngopinya
seru lho, ada rooftop nya gitu, jadi kita bisa ngobrol sembari ngitungin
pesawat terbang yang sedang lewat.haha Aku nggak nyangka, di usia yang udah
lebih dari 25 tahun ini masih suka ngelihatin pesawat lewat, terus sembari main
tebak-tebakan, ini maskapainya apa hayo? Sungguh, menarik.
Kami pun
mengobrol dengan asyiknya. Ngalor-ngidul. Pindah satu topic ke topic yang lain,
bully-bullian. Nggosipin yang satu terus yang lain, eh nggak nding.hehe intinya
kami ngobrol banyak hal lah. Mulai dari obrolan yang serius sampai obrolan yang
nggak penting sedunia -_- . Tapi kami
bahagia,,tralalala!!
Tanpa ku sadari,
aku berucap “Aku kok sering ngerasa homesick ya, bawaannya pengen pulang terus
pas lagi merantau.” Dan tak kuduga dan tak ku sangka, temen temin ku mulai
berargumen dan bilang yang intinya, aku nggak boleh seperti itu terus-terusan. “Kamu
harus mandiri mbak,” gitu katanya.
“Tapi wajar kan?
Kita rindu orang tua? Kan kita harus mengabdi ke orang Tua ketika mereka sudah
menua seperti sekarang?”. Di sanggahlah aku, “Iya bener boleh rindu, tapi
masalahnya, kamu juga masa depan, kalau kamu sering pulang, kamu akan
terus-terusan bergantung sama mereka.” Hah.
Lalu, satu
temanku lagi bilang. “Kalau kamu terus homesick, Kamu nggak akan naik level,
kamu akan terus diposisi yang lemah, dalam artian kamu akan bergantung sama
mereka kalau sedang ada masalah, karena sejatinya, orang tua itu pengen lihat
anaknya mandiri.” Serius, aku berpikir keras.
Masih belum
selesai diskusinya, ditambah lagi temanku bilang. “ karena begini lho kak, kamu
akan melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan. Misalnya nih, kamu ada
tawaran kerja didaerah yang sangat jauh dari sini, kamu pasti akan mikirin
gimana ya mereka dirumah, gimana ya kalau aku pulang jarang-jarang.” Hemmm..bener
juga sih, pikirku.
Diskusi semakin
menarik, pemirsa. Ternyata makna mandiri diantara teman teminku aja udah
berbeda. Namun ini harus menjadi instropeksi diriku memang. Ya nggak lucu juga
sih kalau dikit-dikit pulang. Selain boros biaya, juga nggak bisa selamanya aku
bergantung ke keluarga.
Lalu mereka juga
mengkomentari sikapku selama dua bulan ini yang stay dirumah. “kalaupun kamu
nggak kerja, seharusnya kamu nggak bersama keluargamu, dengan begitu, kamu akan
bekerja lebih keras gimana cara supaya kamu bisa makan dan bertahan hidup.”
Tuing-tuing, jleb moment reekk!
Sekedar flash back ya..Bulan desember lalu aku memutuskan resign dari pekerjaan, nah,, sebelumnya aku udah diskusi dengan keluarga, Aku bilang, aku akan nggak kerja dulu dalam tempo yang tidak bisa ditentukan, karena aku mau ambil kursus. Jadi aku nggk bisa ikut iuran untuk kebutuhan rumah, namun aku akan menggunakan tabunganku untuk kebutuhan pribadiku. Dan mereka setuju.
Tapi ternyata eh ternyata, aku kena musibah kecopetan. Alhasil uang yang udah aku alokasikan untuk bertahan beberapa bulan kedepan pun lenyap. Yah.. mau nggk mau aku di support sama keluarga. Dan mereka pun fine-fine aja memberikannya.
Dia juga bilang, "gimana nanti kalau kamu udah berkeluarga? kan kamu akan tinggal sama suami kan? Kalau kamu kurang beras apa minta ibumu? Kalau ada masalah apa akan ke ibumu? Nggak kan? karena nanti pasti suamimu akan merasa nggak dihargai, selain itu, kamu akan terus-terusan melibatkan keluargamu dalam pengambilan keputusan dirumah tanggamu." baiklah-baiklah.. Pembicaraan ini semakin panjang dan jadi ngap.haha karena nggak segitunya juga sih maksudnya.haha
Karena obrolan ini lah, teman-temin ku mulai menceritakan kisah pribadi dikeluarga mereka, uh so sweet. Aku jadi semakin mengenal mereka dengan lebih baik. Aku juga jadi banyak belajar dari mereka.
Ini memang
menjadi perdebatan, debat positif ya, sama temanku ini, karena dia kan dari
negara maju, jadi ketika sudah beranjak dewasa, keluar dari rumah adalah hal yang
biasa. Mereka mencari pekerjaan sebaik mungkin agar benar-benar bisa punya
tempat tinggal sendiri dan hidup jauh dari keluarga. Mereka pun bisa dikatakan
nggak pernah menjenguk orang tuanya. Dan bisa jadi, mereka nggak rindu-rindu
amat sama keluarganya. Yah..namanya juga budayanya juga udah beda.
Aku kemudian
berpikir, kan nggak mungkin juga aku pergi dari rumah begitu aja, Kalau mau mah
udah dari dulu melakukan itu.
Bagaimanapun juga menjenguk orang tua juga hal penting kan, apalagi
kalau dikaitin dengan agama, pahalanya kan melimpah. Namun memang pesan temanku
untuk keep fighting whatever happens harus bener-bener diterapkan, pulang rumah
boleh, tapi jangan terlalu melow dan drama.haha
Jadi nih
ya,setelah diskusi itu, aku jadi semakin mantap gitu untuk merantau lagi, Iyah,
aku merantau ke Jakarta,yeiii!!! Dan aku berjanji untuk jarang pulang. Ya setahun
dua kali boleh lah ya. Tapi tetep kontak keluarga dengan baik. Tanya kabar dan
video call sekedar memastikan mereka masih mengingat wajahku ketika pulang
nanti,haha
Selamat merantau
untuk diriku! Jadikanlah tempat rantauku sebagai rumah keduaku,agar aku terus
merasa dirumah!! J
Pamulang,Sabtu,
15 Juli 2017
0 komentar:
Posting Komentar