Photo via Favim.com
Hi teman-teman
Pernah kamu
marahan sama teman terdekatmu?
Trus diem-dieman dan nggak saling sapa? Mau senyum juga sungkan karena rasa
gengsi yang membuncah? Apalagi ngajak ngobrol duluan, berasa suara hanya
tercekat ditenggorokan. Hari-hari rasanya seperti mau kiamat alias penuh dengan
kemarahan. Pernah?
Iya aku pernah,
tapi itu dulu.
Sabtu malam ini,
aku ingin berbagi cerita tentang proses rekonsiliasi marah terbaik sepanjang
aku hidup.
Aku tinggal di
Pamulang sejak Juli lalu, bersama temanku sebut saja “chi”. Kami bersama-sama
membangun mimpi disini untuk sebuah organisasi yang kuberi nama G2G.
Sejak pertama
kali aku menginjakkan kaki dirumahnya, aku merasa rumah ini serem alias horor. Aku
serius. Karena rumahnya berasa tua namun bersih memang.
Aku masih ingat,
suatu malam, seperti biasa aku pasti pulang rumah duluan. Aku menunggui Chi pulang.
Namun aku nunggu sampai jam 11 malam nggak pulang-pulang. Aku paksain lah
diriku tidur, karena badan sudah cukup lelah. Aku kunci pintu dan mulai
memejamkan mata.
Baru sekitar satu
jam aku tidur, tiba-tiba aku terbangun. Suasana tiba-tiba berubah menjadi
mencekam. Anjing peliharaannya chi menggonggong dengan hebohnya. Aku tahu, ada
semacam makhluk halus yang sedang ada didekat kandang mereka. Parahnya lagi,
lampu mati dengan sendirinya.
Aku takut. Aku
literally takut dan merinding bukan main. Aku mulai panik dan menghubungi chi.
Plisss....pulanggg, teriakku dalam hati. Kutelp dan WA dia, namun sayangnya aku
nggak mendapatkan jawaban sama sekali. Fix! Aku sendirian dirumah ini.
Waktu berasa
lamaa sekali. Aku sungguh nggak tahu harus berbuat apa selain berdo’a. Sama sekali
aku nggak bisa tidur. Aku mulai menangisi semua ini. Nggak seharusnya aku
tinggal disini. Aku menangis sejadi-jadinya.
Keesokan harinya,
seperti biasa aku masuk ke kantor, dan Chi sudah ada disana. Chi bilang “ Maaf
ya, semalam aku ketiduran dikantor, karena kerjaanku kelar jam satu malam.” Aku
hanya terbujur kaku dan mencoba menjawab setegar mungkin. “ Iya kak, aku
ngerti, tapi aku nggak mau tinggal dirumah itu sendirian,” jawabku. Chi pun
mengerti apa yang kurasakan, dan dia mencoba memahami kondisiku.
Hari pun
berlalu, sayangnya kejadian terulang kembali
setelah dua mingguan.
Chi nggak pulang
lagi malam ini, aku sendirian dirumah. Aku ingin marah, tapi sama siapa? Ini kan
bukan salah chi juga. Chi nggak pulang pasti karena kerjaan. Lalu? Aku harus
gimana? Aku mulai mengutuk diriku sendiri, nggak sepatutnya aku tinggal disini.
Karena chi nggak bisa juga nurutin aku sepanjang waktu untuk menemaniku yang
penakut ini. Aku hanya bisa menangis,
sendirian karena ketakutan.
Pagi harinya, aku
datang kekantor dan hanya sedikit menyapanya. Aku sadar, warna mukaku pasti
berubah. Karena aku nggak tahu musti kalimat apa yang kusampaikan. Sesampainya di meja kerjaku, Tiba-tiba
ponselku pun berdering. Ternyata Chi mengirim pesan ke aku. “ku mohon jangan
marah.” Dan dia melanjutkan alasannya. Aku pun membalas “ nggak perlu minta ma’af
chi, bukan salah kamu, aku hanya ngerasa kalau aku baiknya nggak tinggal
disana.” Aku pun mulai ingin menangis lagi, karen aku sadar betul, memang ini
bukan salah chi. Chi pun terus menghubungiku dan menanyaiku sudah sarapankah? Apa
agendamu? dan lain sebagainya.
Jelang beberapa
menit kemudian, chi datang membawakan sebungkus makanan yang kusuka. Dia sering
membelikan sarapan untukku memang. Namun sekarang lain, dia membawakan dengan
warna muka yang penuh penyesalan. Dengan hangatnya dia memelukku dan meminta ma’af.
“Aku janji nggak akan mengulanginya lagi.” Tuturnya. “ tapi, aku kan nggak bisa
nuntut kamu untuk stay sama aku terus” jawabku. “Iya aku tahu, tapi aku tetep
salah, ma’afin aku ya, aku harus lebih ngerti sama apa yang kamu rasain.” Imbuhnya.
Kami pun menangisi kejadian ini berdua.
Setelah kejadian
ini, kami pun bersikap lebih normal. Soalnya hati kami sudah lega karena semua unek-unek sudah tertuang lewat tutur kata. Aku sudah bisa memandangnya dengan baik
dan demikian pun sebaliknya. Sama sekali nggak ada dendam diantara kita. Kami
sudah saling memaafkan.
Yang kupelajari dari kisahku ini adalah jika ada
masalah sama teman atau siapapun, sebisa mungkin selesaikan dengan cepat, saat
itu juga, jangan pernah nunggu satu jam lagi, besok aja atau bahkan menunggu momen lebaran. Karena dengan begitu, luka yang menganga akan langsung tertutup tanpa
menunggu waktu lama.
Itulah teman-teman,
semua orang pasti pernah ada masalah dengan orang lain.makanya minta maaf aja
nggak akan cukup. Kita butuh yang namanya proses rekonsiliasi, dimana kita
harus mengembalikan kondisi pertemanan seperti semula. karena kebanyakan dari
kita pasti ngalamin yang namanya minta
maaf masih bernoda, yang mana katanya sudah saling minta maaf tapi hubungannya
tidak seperti sedia kala.
Jangan pernah gengsi untuk minta maaf duluan ya
teman-teman. Karena minta maaf tidak
akan membuat harga dirimu menjadi rendah, yang ada justru kamu akan punya
semakin banyak teman, Percaya deh!!
0 komentar:
Posting Komentar