Sabtu, 05 Agustus 2017

Proses Rekonsiliasi Terbaik Dihidupku

Photo via Favim.com


Hi teman-teman
Pernah kamu marahan sama teman terdekatmu?

Trus diem-dieman dan nggak saling sapa? Mau senyum juga sungkan karena rasa gengsi yang membuncah? Apalagi ngajak ngobrol duluan, berasa suara hanya tercekat ditenggorokan. Hari-hari rasanya seperti mau kiamat alias penuh dengan kemarahan. Pernah?


Iya aku pernah, tapi itu dulu.

Sabtu malam ini, aku ingin berbagi cerita tentang proses rekonsiliasi marah terbaik sepanjang aku hidup.

Aku tinggal di Pamulang sejak Juli lalu, bersama temanku sebut saja “chi”. Kami bersama-sama membangun mimpi disini untuk sebuah organisasi yang kuberi nama G2G.

Sejak pertama kali aku menginjakkan kaki dirumahnya, aku merasa rumah ini serem alias horor. Aku serius. Karena rumahnya berasa tua namun bersih memang.

Aku masih ingat, suatu malam, seperti biasa aku pasti pulang rumah duluan. Aku menunggui Chi pulang. Namun aku nunggu sampai jam 11 malam nggak pulang-pulang. Aku paksain lah diriku tidur, karena badan sudah cukup lelah. Aku kunci pintu dan mulai memejamkan mata.

Baru sekitar satu jam aku tidur, tiba-tiba aku terbangun. Suasana tiba-tiba berubah menjadi mencekam. Anjing peliharaannya chi menggonggong dengan hebohnya. Aku tahu, ada semacam makhluk halus yang sedang ada didekat kandang mereka. Parahnya lagi, lampu mati dengan sendirinya.  

Aku takut. Aku literally takut dan merinding bukan main. Aku mulai panik dan menghubungi chi. Plisss....pulanggg, teriakku dalam hati. Kutelp dan WA dia, namun sayangnya aku nggak mendapatkan jawaban sama sekali. Fix! Aku sendirian dirumah ini.

Waktu berasa lamaa sekali. Aku sungguh nggak tahu harus berbuat apa selain berdo’a. Sama sekali aku nggak bisa tidur. Aku mulai menangisi semua ini. Nggak seharusnya aku tinggal disini. Aku menangis sejadi-jadinya.

Keesokan harinya, seperti biasa aku masuk ke kantor, dan Chi sudah ada disana. Chi bilang “ Maaf ya, semalam aku ketiduran dikantor, karena kerjaanku kelar jam satu malam.” Aku hanya terbujur kaku dan mencoba menjawab setegar mungkin. “ Iya kak, aku ngerti, tapi aku nggak mau tinggal dirumah itu sendirian,” jawabku. Chi pun mengerti apa yang kurasakan, dan dia mencoba memahami kondisiku.

Hari pun berlalu, sayangnya kejadian terulang kembali setelah dua mingguan.

Chi nggak pulang lagi malam ini, aku sendirian dirumah. Aku ingin marah, tapi sama siapa? Ini kan bukan salah chi juga. Chi nggak pulang pasti karena kerjaan. Lalu? Aku harus gimana? Aku mulai mengutuk diriku sendiri, nggak sepatutnya aku tinggal disini. Karena chi nggak bisa juga nurutin aku sepanjang waktu untuk menemaniku yang penakut ini.  Aku hanya bisa menangis, sendirian karena ketakutan.

Pagi harinya, aku datang kekantor dan hanya sedikit menyapanya. Aku sadar, warna mukaku pasti berubah. Karena aku nggak tahu musti kalimat apa yang kusampaikan.  Sesampainya di meja kerjaku, Tiba-tiba ponselku pun berdering. Ternyata Chi mengirim pesan ke aku. “ku mohon jangan marah.” Dan dia melanjutkan alasannya. Aku pun membalas “ nggak perlu minta ma’af chi, bukan salah kamu, aku hanya ngerasa kalau aku baiknya nggak tinggal disana.” Aku pun mulai ingin menangis lagi, karen aku sadar betul, memang ini bukan salah chi. Chi pun terus menghubungiku dan menanyaiku sudah sarapankah? Apa agendamu? dan lain sebagainya.

Jelang beberapa menit kemudian, chi datang membawakan sebungkus makanan yang kusuka. Dia sering membelikan sarapan untukku memang. Namun sekarang lain, dia membawakan dengan warna muka yang penuh penyesalan. Dengan hangatnya dia memelukku dan meminta ma’af. “Aku janji nggak akan mengulanginya lagi.” Tuturnya. “ tapi, aku kan nggak bisa nuntut kamu untuk stay sama aku terus” jawabku. “Iya aku tahu, tapi aku tetep salah, ma’afin aku ya, aku harus lebih ngerti sama apa yang kamu rasain.” Imbuhnya. Kami pun menangisi kejadian ini berdua.

Setelah kejadian ini, kami pun bersikap lebih normal. Soalnya hati kami sudah lega karena semua unek-unek sudah tertuang lewat tutur kata. Aku sudah bisa memandangnya dengan baik dan demikian pun sebaliknya. Sama sekali nggak ada dendam diantara kita. Kami sudah saling memaafkan. 

Yang kupelajari dari kisahku ini adalah jika ada masalah sama teman atau siapapun, sebisa mungkin selesaikan dengan cepat, saat itu juga, jangan pernah nunggu satu jam lagi, besok aja atau bahkan menunggu momen lebaran. Karena dengan begitu, luka yang menganga akan langsung tertutup tanpa menunggu waktu lama.

Itulah teman-teman, semua orang pasti pernah ada masalah dengan orang lain.makanya minta maaf aja nggak akan cukup. Kita butuh yang namanya proses rekonsiliasi, dimana kita harus mengembalikan kondisi pertemanan seperti semula. karena kebanyakan dari kita  pasti ngalamin yang namanya minta maaf masih bernoda, yang mana katanya sudah saling minta maaf tapi hubungannya tidak seperti sedia kala. 

Jangan pernah gengsi untuk minta maaf duluan ya teman-teman.  Karena minta maaf tidak akan membuat harga dirimu menjadi rendah, yang ada justru kamu akan punya semakin banyak teman, Percaya deh!!







0 komentar:

Posting Komentar