Selasa, 17 Maret 2015

Untuk Aku, Kau dan Kisah Tanpa Judul.




Aku masih ingat bagaimana awal kita berjumpa. Kita belajar dikampus yang sama. Walaupun kita dari fakultas yang berbeda, tidak sulit bagi kita untuk saling bertemu. Waktu itu,  kita sama-sama bergabung dalam organisasi dikampus. Kecintaan kita dalam bidang tulis-menulis membuat kita selalu sibuk untuk saling berbagi ilmu dan berdiskusi. Suatu ketika kita pernah mendapatkan tugas yang sama, yaitu meliput salah satu tokoh terkenal dikota ini. Kamipun berangkat bersama-sama, dan itupun dengan teman-teman yang lain juga tentunya.
Tugas demi tugas hampir kita lakukan bersama-sama. Intensitas percakapan kita pun semakin sering setiap harinya. Banyak hal yang kita diskusikan, mulai dari kesibukan kuliah, tulisan, bahkan urusan pribadi pun tidak luput untuk diperbincangkan. Kita pun sering menghabiskan hari bersama-sama sampai dipunggung senja sembari menikmati seduhan kopi dibawah rindangnya pohon beringin.
Sejak awal kita berkenalan, aku memanggilnya “kakak” dan kau memanggilku “dek”. Panggilan yang tidak pernah kita atur sebelumnya, semuanya hadir begitu saja. Banyak teman-temanku berfikir, kita ada hubungan khusus. Bahkan mereka juga berkomentar bahwa kami cocok untuk menjadi sepasang kekasih. Acap kali teman-teman berceletuk tentang kita, kulihat kau hanya tersenyum yang seolah mengiyakan.
Pernah suatu hari, kita dikirimkan ke luar kota untuk mengikuti kegiatan sebagai perwakilan kampus. Lagi-lagi kami mempersiapkan semuanya bersama-sama. Ini menambah rasa akrab kita tentunya. Banyak hal yang membuat kita saling paham satu sama lain. Yang dulunya kita tidak saling tahu kebiasaan masing-masing, akhirnya pelan-pelan mulai tahu dengan seiring berjalannya waktu.
Aku waktu itu sakit. Kau begitu perhatian terhadapku.  Selalu bawel dikala aku tak mau minum obat. Meminjamkan jaketmu padahal kamu sendiri menggingil kedinginan. Menyiapkan teh panas agar tubuhku selalu hangat.
Aku tahu, kau sering memperhatikanku. Sering kali aku memergokimu ketika kau sedang melihatku dari seberang. Lalu aku menoleh dan mendapati kedua mata kita bertemu. Kau gugup dan pura-pura mengalihkan pandanganmu. Padahal, aku juga diam-diam sering memperhatikanmu dari jauh. Sering pula aku melihat status-status di sosial mediamu untuk sekedar ingin tahu segala aktivitas dan perasaanmu.
Aku, seorang gadis lugu yang sebenarnya takut untuk mencerna semua ini. Aku khawatir terlalu dini dalam mengartikan kisah kita. Hubungan kita terlalu naif untuk disebut sebagai sahabat, namun terlalu berlebihan untuk dianggap berpacaran. Lalu apa namanya? Apakah salah jika aku meminta judul atas kisah kita?

By : Gadis pemburu Pelangi



0 komentar:

Posting Komentar