Penjambretan di Kampung Inggris Pare Kediri Jawa Timur
Sabtu siang ini terik seperti hari-hari
biasanya. Namun sekarang, rasa panas itu hampir tak bisa kurasakan lagi, karena
aku sedang mencoba melawan rasa sedih, kalut, marah dan perasaan kecewa yang
lainnya. Semuanya berkecamuk menjadi satu. Lidahku terasa tercekat. Tanganku
menjadi gemetar dan tulangku terasa linu. Aku parau.
Tepat jam 10 pagi ini, Aku dan
teman sekamarku, Nida sudah siap bergegas menyiapkan diri untuk kesuatu tempat.
Tempat yang sudah kami idam-idamkan. Sejak senin lalu kami ingin sekali ke
tempat ini untuk sekedar refreshing bersama. Karena kegiatan belajar yang super
padat membuatku merasa ingin melepas penat.
Tempat itu tak lain tak bukan adalah
Kolam Renang, iya kolam renang. Tempat
yang dimana aku bisa memasukkan seluruh anggota badanku masuk kedalam air.
Sehingga tubuh terasa terisi oksigen serta energi baru.
Kami naik sepeda (red: sepeda
Onthel) masing-masing. Aku bersepeda warna merah jambu, sedangkan Nida
bersepeda warna biru. Sebelum menuju lokasi kami tak lupa mampir ke warung
untuk sarapan, karena sangat nggak enak kalau berenang dalam kondisi perut
kosong. Tapi aku juga nggak mau sampai kekenyangan. Setelah sarapan, kami gowes
lagi dari Jalan Brawiijaya menuju jalan Anggrek ,tepatnya kami akan ke Kolam
Renang Alfin.
Aku berkendara seperti biasa, alias
dengan kecepatan normal. Namun aku sama Nida juga suka sedikit balap sembari
bercanda. Sejenak kemudian, tiba-tiba sepedaku di pepet (dideketin) sama sepeda
motor. Akhirnya, tas tootbag yang kutaruh dikeranjang sepeda sukses dijarah oleh
tangan pengendara sepeda motor tersebut. Aku hanya bisa bengong dengan begok
dan tidak bisa melakukan perlawanan. Setelah aku sadar kalau aku mengalami
jambret (pengambilan barang secara terang-terangan dengan cepat), aku langsung
teriak sekencang-kencangnya sembari gowes semampuku. “Jambreet...tolooong..
jambreeet...” begitu teriakku terus-menerus. Aku melonglong minta tolong dan
berharap ada orang yang bisa membantuku mengejarnya.
Tapi apa daya, orang-orang
disekelilingku nggak ada inisiatif untuk membantu, bahkan cenderung hanya
melihat saja. Hatiku kesal bukan kepalang. Andaikan ada yang didepanku bisa
menjegal laju motor tersebut, setidaknya peluang untuk tertangkap basah akan
semakin besar. Andaikan ada orang baik yang bahu-membahu melakukan pengejaran
dengan motor, maka sangat tidak mustahil pen-jambret untuk kekejar. Karena jalanan
saat itu sedang ramai. Bahkan ramai sekali. Tapi..itu hanya andai...
Sejurus kemudian, ada laki-laki
muda yang mendatangiku dengan motor dan bertanya “mana mbak jambretnya?” aku
bilang “ itu mas ke ke-kanan..” Niat hati mau menjelaskan, tapi masnya sudah
ngacir aja, alias sudah melakukan pengejaran. Alhasil mas-nya malah jalan
terus, bukan belok kanan. Dari kejauhan aku hanya bisa melihat sang jambret
pergi dengan bebasnya. Duh!
Ya syudah, Kuhentikan laju
sepedaku. Aku gemetar kaku dan pasrah. Aku ingat-ingat lagi dalam batin, “Apa aja
yang ada didalam tasku? Dan apa salahku ya Tuhan?Kenapa ini terjadi? Kok bisa
aku ke-jambret ditempat sedamai ini?” Tiba-tiba aku mulai mengutuk diriku
sendiri dan menyalahkan keadaan.
Ternyata isi tasku adalah Satu buah
handphone ASUS Zenphone 2 551, satu Dompet baru warna ungu kesayangan dengan
uang Tunai sekitar Rp 500 K, ATM BCA dan
token, kartu SIM C, Kartu Asuransi, Kartu BPJS, kartu apa lagi ya...Satu Dompet kecil imut dengan
uang tunai sekitar Rp.100K, Peralatan Renang dan seperangkat alat mandi serta
make-up (note : pensil alis penyelamat semua bangsa juga didalam).
Aku masih merasa ini aneh dan tidak
seharusnya terjadi. Di Pare Kediri gitu? Ada Jambret?? Siang-siang?? Oh my
God!! Tempat dimana banyak orang datang untuk belajar dengan damai dan tentram,
ee bisa-bisanya ada orang jahat yang membaca potensi kriminal. Aku benar-benar
shock dan merasa ini seperti mimpi.
Aku juga menyadari kalau aku salah,
meletakkan tas dikeranjang. Dan sebenarnya baru sekitar 5 menit aku taruh,
karena cukup berat (karena ada pakaian ganti untuk renang). Selain itu, aku
juga salah karena punya mindset bahwa Pare Kediri ini masih seperti desa yang
asri nan damai seperti yang aku jumpai ditahun 2011 silam. Tapi now I realized
that time flies and changes everything. Aku Korban!.
Tiba-tiba aku sedih dengan sangat,
bukan hanya karena perkara kehilangan barang, tapi tentang ada apa dengan Pare?
Desa kecil yang menjaga kearifan local itu terasa runtuh dari pandanganku. Hatiku
bergejolak merasa protes. Kenapa mereka nggak membantuku? Sebagaimana yang
seharusnya dilakukan oleh orang-orang desa pada umumnya untuk bergotong-royong?
Tenggorokanku terasa kering!
Memang benar kalau selama 10 hari
aku dipare, aku pernah mendengar kabar ada penjambretan di Jalan Brawijaya dan
posisi tas dikeranjang. Mungkin bisa jadi aku “ignorance” dengan kejadian
tersebut, karena aku merasa selama di Pare everything is gonna be OK. Tapi,
ternyata...lain!
Lalu mas-mas yang tadi ber-inisiasi
menyelamatkanku, dia menghampiriku dengan motor dan berkata “Mbak, maaf nggak
kekejar”. Dalam hatiku “ya, iyalah mas nggak kekejar, lhawong mas malah lurus
kok, nggak belok kanan”,hemm..” Tapi aku kasih tahu juga masnya dengan bahasa
yang lebih sopan,, “oh yang baju lorek-lorek itu ya mbak? Itu kan tadi
dideketku, duh..mbak nya sih nggak bilang-bilang.” Hemmm... (aku malahan disalahin,
harusnya kan aku yang menyesal, malah mas-nya yang tampak lebih menyesal), “kan
aku dah bilang mas bro, tapi mas bro-nya yang langsung kabur...” berkata dalam
hati juga,,”mbak,, sini aku antar aja lapor ke pak polisi” ujarnya, Baiklah mas, yuk..makasih
yah...(mencoba tersenyum).
Sesampainya aku dikantor polisi,
aku ditanya tentang perkara proses penjambretan. Dan you know what? Aku disalahin!
“Makanya mbak, hati-hati, jangan taruh tas dikeranjang”, eh lah ini ya... bukan
dihibur malah disalahin, kan nyeseknya jadi berkeping-keping. Bukannya harusnya
pak pengayom masyarakat juga instropeksi diri ya, kok bisa nggak aman kenapa? dan
apa yang harus digalakkan selanjutnya?atau gimana cara menangkap jambretnya, gitu
kan ya seharusnya? Ini konyol!
Setelah aku mendapatkan lima lembar
surat kehilangan beberapa dokument, aku langsung buru-buru ingin kabur dari
ruangan tersebut. Mas yang baik hati masih menungguku dengan sabar. Aku bilang “mas,
bolehkah kita jangan pulang dulu? Ajak aku keliling pare sebentar, hatiku masih
belum bisa ikhlas, dan belum ingin kembali ke kos.” Mas nya pun meng-amini.
Aku lalu berkeliling pare dengan
mas-nya, selama dijalan dia banyak menghiburku dan menasehatiku banyak hal. Dia
bilang bahwa semua itu titipan.”Mbak nggak perlu sedih, teruslah kuat dan
semangat belajar, ini ujian dari Alloh tentang seberapa besar kesabaranmu.”tuturnya.
Kemudian dia mulai bercerita tentang pengalamannya yang pernah kehilangan
sepeda motor yang baru dibelinya tiga hari dan juga pernah ditipu oleh rekan
kerja dengan total kerugian uang senilai ratusan juta rupiah.
Dari situlah aku belajar tentang
arti penerimaan ketika kita kehilangan sesuatu. Ikhlas aja, nanti Insya Alloh
akan mendapatkan gantinya yang lebih besar dan banyak. Percaya deh! Ini nggak
ada yang kebetulan, kalau nggak gitu kan nggak belajar. Tapi memang akan repot
diawal, seperti harus mengurus macam-macam kartu dan beli beberapa tools
make-up dan mandi. But, you know what, itu artinya juga aku akan punya Hp baru,
syukuri aja ya,,, walaupun seabrek data telah sirna. Termasuk foto-foto kece yang
belum sempat ku back up di leptop. Huh, sabar...Nanti foto lagi aja yang
banyak!
Dengan-nya aku merasa lebih lega
dan mencoba belajar ikhlas. Aku banyak mendengar nasehat mas-nya, sesekali dia
juga mengajakku bercanda. Ku resapi
dalam-dalam dengan menikmati setiap hembusan angin yang menerpa mukaku secara
langsung. Sang Terik juga ikut serta menembus kulitku. Aku merasa sedikit lebih
baik!
Lalu, mas-nya antar aku ke kos. Dia
kasih nomer Hp-nya. Dia bilang, “Kalau butuh bantuan, hubungin dia aja dan
nanti kapan-kapan kalau mau juga bisa
jalan-jalan ke gunung kelud mungkin” widiw! Baik banget yah ni orang.
Tapi anyway, beliau sudah menikah ya dan beranak dua, jadi kebaikannya ini
murni manusia yang baik dan menolong sesama.
Sebelum mas-nya meninggalkanku, dia
memberikanku uang Rp.50K. “Tolong mbak, jangan tolak, ini ikhlas dan hanya
segini saya bisa membantumu mbak, untuk makan dua kali.” Seketika mataku
berkaca-kaca seraya mengambil uang tersebut dari tangannya. “Terima kasih
banyak ya mas, semoga aku bisa ganti bantu mas lain waktu,” tuturku penuh haru.
Kemungkinan harta bendaku bisa
kembali ini sangat tipis, karena aku juga nggak ingat nomer plat motornya,
lebih tepatnya aku nggak perhatikan, aku hanya fokus untuk teriak
sekencang-kencangnya. Tapi aku terus berdo’a dan berharap semoga kejadian
seperti ini tidak terulang kembali. Cukup di aku saja yang jadi korban penjambretan.
Namun, jika masih ada lagi, semoga pelakunya bisa ketangkap dan membuat Pare
Kediri lebih aman lagi.
Anyway, sorry Nida, my pretty roommate.
Thanks ya kamu udah ikut khawatir dan mencoba mencariku..Padahal aku sedang
jalan-jalan sama mas-nya. Aku kacau saat itu. Eh,by the way, aku lupa tanya nama mas-nya
siapa, dan dia juga pasti belum tahu namaku juga, hemm... parah!
(20 Mei 2017 Pare Kediri, Jawa Timur)