Kamis, 24 Agustus 2017

Apa Kabar Kamu, Teman Media Sosialku?


Sekarang aku sedang duduk dibarisan kursi distasiun kebayoran, setelah perjalanan dari stasiun rawabuntu yang cukup panjang. Sejak distasiun rawa buntu, aku dengan sengaja mengulur waktu. Aku sedang merasa jengah. Kuputuskan membeli minuman kesukaanku, mogu-mogu alfamart rawa buntu. Kuteguk pelan-pelan dan kunikmati setiap jelly bentuk kotak dengan variasi rasa mangga. Kutatap lamat-lamat tutup mogu-mogu yang bergambar senyum menggemaskan. Ah... dia berusaha menghiburku, batinku.

Aku terdiam dalam lamunan selama distasiun rawabuntu. Aku merasa sedih namun aku juga nggak tahu apa yang sebenarnya membuatku sedih. Ku lihat kereta yang berlalu lalang dengan sibuknya. Ku amati pula banyak insan yang sedang menanti kereta. Mereka punya dunianya, dan mereka punya kesibukan serta pencapaian masing-masing, lamunku.

Lalu kuputuskan untuk naik kedalam kereta. Aku duduk dan kusandarkan kepalaku. Sialnya, kereta tiba-tiba berhenti cukup lama distasiun sudimara, karena ada kesalahan teknis distasiun palmerah, begitu kata petugasnya. Dengan waktu yang tidak bisa ditentukan. Kumulai memikirkan, andaikan saja aku membawa buku, setidaknya aku bisa menunggu sembari mendapatkan wawasan baru. Tapi ya sudahlah, Ku mencoba asyik dengan handphone ku. Aku mainkan secara random.Aha... tiba-tiba pula aku muncul ide, kenapa nggak kugunakan waktuku ini dengan menyapa teman-temanku yang sudah lama tidak pernah saling terhubung. 

Ku raih kontak WA ku dan mencoba menghubungi mereka satu-persatu. Ada yang hanya terdiam, ada pula yang antusias menjawab pesanku. Ternyata membangun tali silaturahmi itu menyenangkan ya. Setidaknya kita jadi tahu kesibukan mereka. Ada yang sudah pindah kerja, pindah domisili, dan pindah status, eh.

Aku juga mulai melihat facebook, insta dan WA story. Ku dapati kegiatan teman-temanku yang beragam. Ada yang sedang menunjukkan kebahagiaan karena pencapaian dan perayaan sesuatu, ada yang sedang sekedar share kegiatan dikantor, ada yang sedang menunjukkan kesakitan dan kepahitan, bahkan ada pula yang sibuk mere-post gambar atau quote dari channel lain. Ku kirim komentar untuk beberapa dari mereka. Ada yang kukirimin ucapan selamat ulang tahun dengan do’a yang melimpah, ada pula yang kuhibur karena kesedihan yang sedang menimpanya. Hemmm... ternyata cukup sederhana membuat orang lain bahagia atas kehadiran kita.

Namun disisi lain, ternyata aku menyimpan pertanyaan besar untukku sendiri? Apakah pertemananku ini hanya sebatas teman bersosial media? Apakah benar ada pertemanan nyata? Lalu, kenapa susah sekali untuk sekedar bertemu dan berbagi rasa? Kami sangat tampak didunia maya, saling bercanda dan memberikan makna, namun apa kabar dunia nyata? Apakah muncul kata saling dalam hubungan pertemanan ini? Misalnya saling sapa, saling berbagi, saling bertanya kabar, saling mengumbar tawa?.


Teman media sosialku, yuk bertemu untuk sekedar melebur rindu dan minum kopi susu, bersamaku ;”))))))))))).

Senin, 14 Agustus 2017

Berawal Dari Pikiran

Aku seminggu ini terpapar demam. Awalnya hanya radang tenggorokan yang menyiksa, nah lambat laun menjalar menjadi demam dan flu. Makan nggak enak, tidur apa lagi. Hidung mampet rasanya serba salah. Mau berbaring nggak bisa nafas, mau miring kepala jadi pusing. huh


Aku termasuk jarang sakit, bahkan bisa dibilang ini kayaknya ini sakit pertama kali ditahun 2017 ini. Itulah kenapa aku jarang sekali minum obat-obatan. Paling banter aku minum tolak angin pas lagi ngerasa pegal-pegal. Itulah kenapa agak bingung biar cepet sembuh musti gimana.


Anyway, aku mau sharing kenapa aku bisa sampai sakit. Berawal dari hal sederhana, yaitu makan cemilan ala chiki-chiki dan minum minuman gelas dikantor, dan setelah itu tenggorokanku udah nggak ketolong. seraknya bukan main. Ditambah lagi, aku disore itu mendapatkan kabar dari temanku tentang sebuah kasus penipuan. Aku langsung syok setengah mati dan hampir nggak mempercayai semua ini


Sesampainya dirumah, badanku langsung panas dingin, pikiranku langsung kemana-mana dan literaly nggak bisa tidur. Aku galau.


Esok paginya aku tepar, nggak bisa ngantor, tapi untung temanku baik hati, dia beliin aku sarapan dan juga beliin obat radang (ini seriusan pertama kalinya minum pil radang) yang paitnya naudzubillah. Teman kantorku nanyain kenapa bisa sakit radang. Aku jawablah sekenanya kalau "aku radang karena makan cemilanmu tanpa ijin",hahaaa "kapook"tuturnya. That was so funny.


Tapi guys, setelah kupikir-pikir nih, aku sakit nih lebih tepatnya karena aku banyak pikiran aja. eh enggak nding. karena aku terlalu keras mikirin masalah penipuan itu. Mungkin karena ini kali pertama kali ya dalam hidupku terlibat dalam kasus beginian. Aku repot komunikasi sana-sini untuk nyari intel yang bisa bantuin aku nangkap pelaku.Huh.


karena sakit itu nggak enak, mulai ku kontrollah pikiranku, aku  atur nafas dengan baik, jaga pola makan dan juga mulai latihan mengikhlaskan semuanya. dan you know I am feeling better after I try control my emotion. Aku nggak perlu minum obat yang antah berantah itu, aku cukup minum air putih yang banyak, istirahat yang cukup dan juga pakai minyak angin.haha.


Intinya. Jaga pikiranmu yah! never think too hard, karena semuanya udah ada yang ngantur, ihiir pesan moral :P

Minggu, 13 Agustus 2017

Apakah Kamu Tahu?








Apakah kamu tahu? 

Disini, 

Sedang tertawa
Tentang candamu



Apakah kamu tahu? 
Disini,
Sedang gairah
Tentang tingkahmu



Apakah kamu tahu? 
Disini,
Sedang merasa tabu
Tentang memoar yang memar



Apakah kamu tahu? 
Kamu, akan segera tahu

Jumat, 11 Agustus 2017

Aku Bisa Apa?



Aku bisa apa?
Tak pernah sedikitpun kubayangkan hal ini terjadi
Bahkan tak pernah terlintas dibenakku
Untuk sekedar memikirkannya
Bukankah semuanya ada garisnya?
Aku tertahan dalam diam
Air liurku tercekat ditenggorokan


Aku bisa apa?
Semua terjadi begitu cepat
Tiba-tiba semuanya sirna
Semu terasa menepi
Luka didalam bara
Percikan marah tercipta
Tanpa ada yang mampu menahannya

Aku bisa apa?
Tatkala bulan lalu kita masih bercanda
Tatkala bulan lalu kita masih bersama
Apakah kamu lupa?
Kita pernah menimati bulan yang sama?

Aku bisa apa?
Ketika siang lalu kita masih saling terbiasa
 Kini telah membinasakan segala rasa

Aku bisa apa?
Disini, aku masih mencoba untuk menerima


12 Agustus 2017










Sabtu, 05 Agustus 2017

Proses Rekonsiliasi Terbaik Dihidupku

Photo via Favim.com


Hi teman-teman
Pernah kamu marahan sama teman terdekatmu?

Trus diem-dieman dan nggak saling sapa? Mau senyum juga sungkan karena rasa gengsi yang membuncah? Apalagi ngajak ngobrol duluan, berasa suara hanya tercekat ditenggorokan. Hari-hari rasanya seperti mau kiamat alias penuh dengan kemarahan. Pernah?


Iya aku pernah, tapi itu dulu.

Sabtu malam ini, aku ingin berbagi cerita tentang proses rekonsiliasi marah terbaik sepanjang aku hidup.

Aku tinggal di Pamulang sejak Juli lalu, bersama temanku sebut saja “chi”. Kami bersama-sama membangun mimpi disini untuk sebuah organisasi yang kuberi nama G2G.

Sejak pertama kali aku menginjakkan kaki dirumahnya, aku merasa rumah ini serem alias horor. Aku serius. Karena rumahnya berasa tua namun bersih memang.

Aku masih ingat, suatu malam, seperti biasa aku pasti pulang rumah duluan. Aku menunggui Chi pulang. Namun aku nunggu sampai jam 11 malam nggak pulang-pulang. Aku paksain lah diriku tidur, karena badan sudah cukup lelah. Aku kunci pintu dan mulai memejamkan mata.

Baru sekitar satu jam aku tidur, tiba-tiba aku terbangun. Suasana tiba-tiba berubah menjadi mencekam. Anjing peliharaannya chi menggonggong dengan hebohnya. Aku tahu, ada semacam makhluk halus yang sedang ada didekat kandang mereka. Parahnya lagi, lampu mati dengan sendirinya.  

Aku takut. Aku literally takut dan merinding bukan main. Aku mulai panik dan menghubungi chi. Plisss....pulanggg, teriakku dalam hati. Kutelp dan WA dia, namun sayangnya aku nggak mendapatkan jawaban sama sekali. Fix! Aku sendirian dirumah ini.

Waktu berasa lamaa sekali. Aku sungguh nggak tahu harus berbuat apa selain berdo’a. Sama sekali aku nggak bisa tidur. Aku mulai menangisi semua ini. Nggak seharusnya aku tinggal disini. Aku menangis sejadi-jadinya.

Keesokan harinya, seperti biasa aku masuk ke kantor, dan Chi sudah ada disana. Chi bilang “ Maaf ya, semalam aku ketiduran dikantor, karena kerjaanku kelar jam satu malam.” Aku hanya terbujur kaku dan mencoba menjawab setegar mungkin. “ Iya kak, aku ngerti, tapi aku nggak mau tinggal dirumah itu sendirian,” jawabku. Chi pun mengerti apa yang kurasakan, dan dia mencoba memahami kondisiku.

Hari pun berlalu, sayangnya kejadian terulang kembali setelah dua mingguan.

Chi nggak pulang lagi malam ini, aku sendirian dirumah. Aku ingin marah, tapi sama siapa? Ini kan bukan salah chi juga. Chi nggak pulang pasti karena kerjaan. Lalu? Aku harus gimana? Aku mulai mengutuk diriku sendiri, nggak sepatutnya aku tinggal disini. Karena chi nggak bisa juga nurutin aku sepanjang waktu untuk menemaniku yang penakut ini.  Aku hanya bisa menangis, sendirian karena ketakutan.

Pagi harinya, aku datang kekantor dan hanya sedikit menyapanya. Aku sadar, warna mukaku pasti berubah. Karena aku nggak tahu musti kalimat apa yang kusampaikan.  Sesampainya di meja kerjaku, Tiba-tiba ponselku pun berdering. Ternyata Chi mengirim pesan ke aku. “ku mohon jangan marah.” Dan dia melanjutkan alasannya. Aku pun membalas “ nggak perlu minta ma’af chi, bukan salah kamu, aku hanya ngerasa kalau aku baiknya nggak tinggal disana.” Aku pun mulai ingin menangis lagi, karen aku sadar betul, memang ini bukan salah chi. Chi pun terus menghubungiku dan menanyaiku sudah sarapankah? Apa agendamu? dan lain sebagainya.

Jelang beberapa menit kemudian, chi datang membawakan sebungkus makanan yang kusuka. Dia sering membelikan sarapan untukku memang. Namun sekarang lain, dia membawakan dengan warna muka yang penuh penyesalan. Dengan hangatnya dia memelukku dan meminta ma’af. “Aku janji nggak akan mengulanginya lagi.” Tuturnya. “ tapi, aku kan nggak bisa nuntut kamu untuk stay sama aku terus” jawabku. “Iya aku tahu, tapi aku tetep salah, ma’afin aku ya, aku harus lebih ngerti sama apa yang kamu rasain.” Imbuhnya. Kami pun menangisi kejadian ini berdua.

Setelah kejadian ini, kami pun bersikap lebih normal. Soalnya hati kami sudah lega karena semua unek-unek sudah tertuang lewat tutur kata. Aku sudah bisa memandangnya dengan baik dan demikian pun sebaliknya. Sama sekali nggak ada dendam diantara kita. Kami sudah saling memaafkan. 

Yang kupelajari dari kisahku ini adalah jika ada masalah sama teman atau siapapun, sebisa mungkin selesaikan dengan cepat, saat itu juga, jangan pernah nunggu satu jam lagi, besok aja atau bahkan menunggu momen lebaran. Karena dengan begitu, luka yang menganga akan langsung tertutup tanpa menunggu waktu lama.

Itulah teman-teman, semua orang pasti pernah ada masalah dengan orang lain.makanya minta maaf aja nggak akan cukup. Kita butuh yang namanya proses rekonsiliasi, dimana kita harus mengembalikan kondisi pertemanan seperti semula. karena kebanyakan dari kita  pasti ngalamin yang namanya minta maaf masih bernoda, yang mana katanya sudah saling minta maaf tapi hubungannya tidak seperti sedia kala. 

Jangan pernah gengsi untuk minta maaf duluan ya teman-teman.  Karena minta maaf tidak akan membuat harga dirimu menjadi rendah, yang ada justru kamu akan punya semakin banyak teman, Percaya deh!!







Senin, 31 Juli 2017

Tentang Bintang Yang Akan Segera Bersinar, Terang



Malam ini kurebahkan badanku di rerumputan beralaskan banner yang sudah beralih fungsi menjadi tempat duduk. Iya, aku sedang memanjakan imajiku disalah satu tempat ngopi dipinggir jalan dibelakang Teras Kota. Sudah lama sebenernya aku ingin ketempat ini. Sering kulirik-lirik tempat ini ketika pulang kerja. Dan akhirnya aku berhasil menikmati tempat ini dengan penuh khitmad.

Sekitar jam 7 malam aku dan temanku, panggil aja Ko Heru, berdua ke tempat ini. Kami pilih tempat yang sedikit remang-remang,hehe karena aku berencana ingin rebahan. Soalnya ku merasa sedikit sakit punggung akhir-akhir ini. Tapi sore tadi sempet ku kasih koyo cabe sih di punggung,haha #nggak penting

Ku pesanlah kopi good day mocacino for a good mood. Lalu mas penjualnya tanya “mau yang dingin atau pana mbak?” emmm... i said “dingin lebih seru kayaknya, dingin aja mas” gitu jawabnya sembari membayangkan sensasi es yang akan mampu mendinginkan pikirannku. Sedangkan ko Heru pesan kopi panas item yang aku lupa mereknya.

Aku pun mulai merebahkan diri, literaly tiduran di alas. Oh my God! I love it, aku bener-bener bisa ngelihat pemandangan malam hari dihamparan tanah yang luas ini. Kulihat langit gelap yang tertutup oleh awan. Tak ada bintang memang, namun somehow it’s really peaceful.

Aku dan Heru suka banget bercakap-cakap kesana-kemari. Kami saling bertukar cerita. Saling kasih feedback. Kami nyambung memang mah kalau ngobrol.hehe kami pun menghindari topik-topik yang berat, supaya rileks memang. Dengan melakukan ini, aku benar-benar ngerasa kayak go away from daily routine gitu. Yeaiii

Sesekali pengamen mengganggu kenyamananku. Tapi aku abaikan mereka, karena ini “me” time. No one can distrub me. Sedikit terasa pelit sih, tapi... aku lagi nggak mau membagi uang recehku ke mereka. Aku nggak mau siapapun menggangguku disebuah moment dimana aku dengan bebas melihat langit yang sedemikian luas dan udara yang sejuknya luar biasa.

Ku pandangi langit dengan seksama. “Mana kau  para bintang? Hei.. kamu dimana?” Aku pun mulai protes. Aku mulai mempertanyakan keberadaannya. “Please tampakkan dirimu, Tembuslah awan-awan itu, ku mohon. “ aku mulai merintih. Sekarang, aku mulai memaksa mereka untuk bersinar sekuat tenaga mereka agar mampu menembus batas-batas yang kelam. Demikian pun diriku. Sekarang.

Iya, hari ini adalah hari terakhir dibulan juli. Tidak terasa aku dah menginjakkan kakiku dibumi jakarta hampir sebulan. Aku jadi mulai  memikirkan secara lebih sederhana. “apakah yang kulakukan ini sudah tepat?” , tapi sungguh aku memikirkan ini dengan penuh kedamaian. Aku refleksi kembali tentang perjalananku selama 3 mingguan ini. Banyak perjalanan yang sudah kulakukan kesana kemari untuk membuka satu pintu kepintu yang lain. Aku ikut acara satu dan yang lainnya.
“Apakah aku bahagia”? dan aku pun menjawabnya, “Iya..aku sangat bahagia, melebihi apa yang aku kira”. Aku bertemu dengan orang-orang yang sangat positif dan berdedikasi tinggi.  Aku menghela nafas dalam-dalam. Aku sangat bersyukur.

Ku sruput kopiku disetiap waktu. Kunikmati moment-moment kopi dingin masuk ke kerongkonganku yang mampu mendinginkan otakku. Dan disaat itu lah, bintang-bintang mulai tampak malu-malu. Bermunculan satu-persatu, timbul lalu tenggelam. Tenggelam lalu muncul kembali. Sampai akhirnya mereka benar-benar bersinar, demikian pun diriku.

Diriku adalah tentang memulai sesuatu. Tidak mudah memang memulai semuanya. Namun aku yakin, aku akan bisa bersinar terang secerah bintang itu dengan menerobos segala ketidak-mungkinan menjadi mungkin, kegelapan menjadi terang dan suasana kelam menjadi benderang. 

Amin.
31 Juli 2017



Sabtu, 15 Juli 2017

Yakin, sudah mandiri?

via travel.kini.co.id



Tiba-tiba aku bertanya tentang makna kemandirian pada diriku sendiri. Apa benar aku sudah mandiri? Sudahkan aku benar-benar bisa berdiri di atas kakiku sendiri? Atau jangan-jangan aku hanya terlihat mandiri? Tapi kan selama ini aku sudah mampu membiayai hidupku sendiri. Tapi kan aku juga masih sering minta support dari keluarga terdekat dalam beberapa hal. Argh, Aku serius memikirkan tentang hal ini.

Awal mulanya adalah disuatu malam, aku dan teman-teman sedang hang-out di salah satu cafe di Jogja. Kami ber-empat, termasuk aku. Iya, dua laki dua perempuan. Tapi serius, kami bukan duo date alias bukan berpacaran. Anyway, lupakan..tempat ngopinya seru lho, ada rooftop nya gitu, jadi kita bisa ngobrol sembari ngitungin pesawat terbang yang sedang lewat.haha Aku nggak nyangka, di usia yang udah lebih dari 25 tahun ini masih suka ngelihatin pesawat lewat, terus sembari main tebak-tebakan, ini maskapainya apa hayo? Sungguh, menarik.

Kami pun mengobrol dengan asyiknya. Ngalor-ngidul. Pindah satu topic ke topic yang lain, bully-bullian. Nggosipin yang satu terus yang lain, eh nggak nding.hehe intinya kami ngobrol banyak hal lah. Mulai dari obrolan yang serius sampai obrolan yang nggak penting sedunia  -_- . Tapi kami bahagia,,tralalala!!

Tanpa ku sadari, aku berucap “Aku kok sering ngerasa homesick ya, bawaannya pengen pulang terus pas lagi merantau.” Dan tak kuduga dan tak ku sangka, temen temin ku mulai berargumen dan bilang yang intinya, aku nggak boleh seperti itu terus-terusan. “Kamu harus mandiri mbak,” gitu katanya.

“Tapi wajar kan? Kita rindu orang tua? Kan kita harus mengabdi ke orang Tua ketika mereka sudah menua seperti sekarang?”. Di sanggahlah aku, “Iya bener boleh rindu, tapi masalahnya, kamu juga masa depan, kalau kamu sering pulang, kamu akan terus-terusan bergantung sama mereka.” Hah.

Lalu, satu temanku lagi bilang. “Kalau kamu terus homesick, Kamu nggak akan naik level, kamu akan terus diposisi yang lemah, dalam artian kamu akan bergantung sama mereka kalau sedang ada masalah, karena sejatinya, orang tua itu pengen lihat anaknya mandiri.” Serius, aku berpikir keras.
Masih belum selesai diskusinya, ditambah lagi temanku bilang. “ karena begini lho kak, kamu akan melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan. Misalnya nih, kamu ada tawaran kerja didaerah yang sangat jauh dari sini, kamu pasti akan mikirin gimana ya mereka dirumah, gimana ya kalau aku pulang jarang-jarang.” Hemmm..bener juga sih, pikirku.

Diskusi semakin menarik, pemirsa. Ternyata makna mandiri diantara teman teminku aja udah berbeda. Namun ini harus menjadi instropeksi diriku memang. Ya nggak lucu juga sih kalau dikit-dikit pulang. Selain boros biaya, juga nggak bisa selamanya aku bergantung ke keluarga.

Lalu mereka juga mengkomentari sikapku selama dua bulan ini yang stay dirumah. “kalaupun kamu nggak kerja, seharusnya kamu nggak bersama keluargamu, dengan begitu, kamu akan bekerja lebih keras gimana cara supaya kamu bisa makan dan bertahan hidup.” Tuing-tuing, jleb moment reekk!

Sekedar flash back ya..Bulan desember lalu aku memutuskan resign dari pekerjaan, nah,, sebelumnya aku udah diskusi dengan keluarga, Aku bilang, aku akan nggak kerja dulu dalam tempo yang tidak bisa ditentukan, karena aku mau ambil kursus. Jadi aku nggk bisa ikut iuran untuk kebutuhan rumah, namun aku akan menggunakan tabunganku untuk kebutuhan pribadiku. Dan mereka setuju.

Tapi ternyata eh ternyata, aku kena musibah kecopetan. Alhasil uang yang udah aku alokasikan untuk bertahan beberapa bulan kedepan pun lenyap. Yah.. mau nggk mau aku di support sama keluarga. Dan mereka pun fine-fine aja memberikannya.

Namun yang disampaikan temenku ada benarnya juga. Kalau aku kepepet pasti kan aku akan berjuang lebih keras supaya gimana caranya aku bisa hidup kan. Huh hah. Namun kan mereka juga nggak paham, kalau aku sengaja nggak kerja dan just wanna stay at home for two months itu karena aku belum pernah melakukan hal tersebut sebelumnya, aku jarang dirumah dan aku sangat ingin kumpul dengan mereka dalam waktu yang agak lama.

Dia juga bilang, "gimana nanti kalau kamu udah berkeluarga? kan kamu akan tinggal sama suami kan? Kalau kamu kurang beras apa minta ibumu? Kalau ada masalah apa akan ke ibumu? Nggak kan? karena nanti pasti suamimu akan merasa nggak dihargai, selain itu, kamu akan terus-terusan melibatkan keluargamu dalam pengambilan keputusan dirumah tanggamu." baiklah-baiklah.. Pembicaraan ini semakin panjang dan jadi ngap.haha karena nggak segitunya juga sih maksudnya.haha

Karena obrolan ini lah, teman-temin ku mulai menceritakan kisah pribadi dikeluarga mereka, uh so sweet. Aku jadi semakin mengenal mereka dengan lebih baik. Aku juga jadi banyak belajar dari mereka.

Ini memang menjadi perdebatan, debat positif ya, sama temanku ini, karena dia kan dari negara maju, jadi ketika sudah beranjak dewasa, keluar dari rumah adalah hal yang biasa. Mereka mencari pekerjaan sebaik mungkin agar benar-benar bisa punya tempat tinggal sendiri dan hidup jauh dari keluarga. Mereka pun bisa dikatakan nggak pernah menjenguk orang tuanya. Dan bisa jadi, mereka nggak rindu-rindu amat sama keluarganya. Yah..namanya juga budayanya juga udah beda.

Aku kemudian berpikir, kan nggak mungkin juga aku pergi dari rumah begitu aja, Kalau mau mah udah dari dulu melakukan itu.  Bagaimanapun juga menjenguk orang tua juga hal penting kan, apalagi kalau dikaitin dengan agama, pahalanya kan melimpah. Namun memang pesan temanku untuk keep fighting whatever happens harus bener-bener diterapkan, pulang rumah boleh, tapi jangan terlalu melow dan drama.haha

Jadi nih ya,setelah diskusi itu, aku jadi semakin mantap gitu untuk merantau lagi, Iyah, aku merantau ke Jakarta,yeiii!!! Dan aku berjanji untuk jarang pulang. Ya setahun dua kali boleh lah ya. Tapi tetep kontak keluarga dengan baik. Tanya kabar dan video call sekedar memastikan mereka masih mengingat wajahku ketika pulang nanti,haha

Selamat merantau untuk diriku! Jadikanlah tempat rantauku sebagai rumah keduaku,agar aku terus merasa dirumah!! J


Pamulang,Sabtu, 15 Juli 2017

Jumat, 14 Juli 2017

Tentang memulai di bulan Juli.


Via shiftindonesia.com

Ada satu petuah yang baru aku baca, tapi aku lupa entah aku bacanya dimana. “Karena memikirkannya jauh lebih sulit dibandingkan melakukannya”. Mungkin terdengar sepele, namun bagiku ini sangat menampar. Aku jadi semacam berefleksi dan berinstropeksi diri. Apakah selama ini aku hanya terlalu banyak berfikir? Ide-ide ku hanya ada dibenak saja. Ku akui, aku memang sering pusing dan stress sendiri. Ternyata karena aku hanya banyak berpikir, saja. Huh!

Belajar dari kesalahan lama, akhirnya aku bertekad untuk sesegera mungkin mengejar passion. Ciiaattt pasang iket kepala. Aku harus bergerak. Cukupkan malas. Yakin pasti ada jalan. Dadaku bergemuruh dengan semangat yang menggelora.

Dan ternyata benar, ada saja jalan. Disuatu ketika di bulan desember 2016, aku dipertemukan dengan seorang teman perempuan. Sebut saja namanya “Temmy”. Perempuan yang berhati putih seperti kapas, perempuan bertenaga kuat seperti baja, Perempuan yang penuh belas asih dan memberikan damai siapapun yang disekitarnya. Dan mulai saat itu, kami menjadi bukan sekedar teman, kami bak keluarga baru yang saling berbagi dan mengisi. Aku bersyukur. Kalau kak temmy baca ini, jangan lupa gopek ya ckckck.

Pertemanan kami terus bertumbuh. Kami banyak berdiskusi sekedar sharing mimpi dan nilai-nilai kehidupan. Tsaaahhh! Sampai disuatu ketika aku bilang, “kak, aku pengen banget aku bisa jadi founder  organisasi.” Dia seperti biasa, mendengarkanku dengan response positif.

Lalu, tiba-tiba, sekitar sebulan setelah aku menyampaikan keinginanku, tanpa ada angin dan tanpa ada hujan, kak Temmy bilang ke aku, “yuk kita bikin foundation bareng”. Wew... aku merasa diingatkan kembali tentang mimpi yang sebenarnya cukup takut aku pikirkan. Karena aku merasa masih butuh banyak belajar dan meneguhkan hati. Namun, ku pikir, kalau nggak sekarang, kapan lagi aku mulai?

Seiring kita mengobrol, niat kami berdua ingin membentuk organisasi semakin teguh. Dia mempercayakan sepenuhnya ke aku terkait konsep organisasinya, sedang dia akan berperan di funding agar biaya operasional organisasi bisa terpenuhi dengan lancar. Nahh tuh.. kurang apa coba, Nikmat mana yang kamu dustakan? Aku semakin yakin bahwa semua pertemuan tidak ada yang kebetulan.

Di bulan juni, mulai kurancang bentuk organisasinya. Aku banyak membaca jurnal dan buku. Aku juga mulai mencari tahu bagaimana organisasi lain bergerak. Aku sangat antusias untuk memulai semua ini. Iya, memulai hal baik.

Kemudian, Aku harus ke jakarta untuk bertemu dengan Kak Temmy, kami butuh bertatap muka dan berbagi energi. di bulan juli tanggal 10, aku terbang ke Jakarta bersama maskapai yang hobi bacain pantun..haha apa hayo...yupps Citilink. Alhamdulillah, aku sampai dengan selamat dan penuh semangat. Lama sekali rasanya aku nggak bertemu kak temmy, semacam ada rindu-rindunya gitu. Sesampainya dirumahnya, kami berpelukan sangat hangat dan kami tumpahkan segala hal yang berkalung dikalbu yang sudah bertumpah ruah.

Nggak mau menunda waktu, ku segera menghubungi teman baikku yang dulu sempat diorganisasi yang lama. Sebut saja “bang Nando”. Kami sempat saling berkirim kabar sebelum aku ke Jakarta. Dia udah ku tawarin untuk bareng-bareng membangun organisasi. Dan dia berminat. Yeii!!!
Kami membuat janji untuk ketemuan, dan finally! We did it! We met near by Palmerah station at 08.00 pm. Ternyata ada bakso babat yang enak lho disana. Padahal kan biasanya makanan yang deket statiun gitu nggak jelas semua rasanya.haha jadi pengen nambah lagi sih, semangkuk rasanya kayak nggak cukup gitu. Eh, kok jadi bahas bakso ya. Tuing-tuing. Jadi begini, kami bertiga (aku, kak temmy dan bang Nando) finally bisa makan bareng, eh maksudnya diskusi bareng. Kami mulai saling berbagi value dan harapan. Walaupun kami berdiskusi sekitar 1.5 jam, tapi lumayan banget buat mengenal satu sama lain.

Harapanku, ini akan menjadi awalan yang baik. Untuk mensegerakan niat baik. Iya, niat baik telah kami mulai dibulan Juli ini. Amin J

Palmerah, Kamis 06 Juli 2017.

Sabtu, 20 Mei 2017

Arti sebuah Kehilangan


Penjambretan di Kampung Inggris Pare Kediri Jawa Timur

Sabtu siang ini terik seperti hari-hari biasanya. Namun sekarang, rasa panas itu hampir tak bisa kurasakan lagi, karena aku sedang mencoba melawan rasa sedih, kalut, marah dan perasaan kecewa yang lainnya. Semuanya berkecamuk menjadi satu. Lidahku terasa tercekat. Tanganku menjadi gemetar dan tulangku terasa linu. Aku parau.

Tepat jam 10 pagi ini, Aku dan teman sekamarku, Nida sudah siap bergegas menyiapkan diri untuk kesuatu tempat. Tempat yang sudah kami idam-idamkan. Sejak senin lalu kami ingin sekali ke tempat ini untuk sekedar refreshing bersama. Karena kegiatan belajar yang super padat membuatku merasa ingin melepas  penat. Tempat itu  tak lain tak bukan adalah Kolam Renang, iya kolam renang.  Tempat yang dimana aku bisa memasukkan seluruh anggota badanku masuk kedalam air. Sehingga tubuh terasa terisi oksigen serta energi baru. 

Kami naik sepeda (red: sepeda Onthel) masing-masing. Aku bersepeda warna merah jambu, sedangkan Nida bersepeda warna biru. Sebelum menuju lokasi kami tak lupa mampir ke warung untuk sarapan, karena sangat nggak enak kalau berenang dalam kondisi perut kosong. Tapi aku juga nggak mau sampai kekenyangan. Setelah sarapan, kami gowes lagi dari Jalan Brawiijaya menuju jalan Anggrek ,tepatnya kami akan ke Kolam Renang Alfin.

Aku berkendara seperti biasa, alias dengan kecepatan normal. Namun aku sama Nida juga suka sedikit balap sembari bercanda. Sejenak kemudian, tiba-tiba sepedaku di pepet (dideketin) sama sepeda motor. Akhirnya, tas tootbag yang kutaruh dikeranjang sepeda sukses dijarah oleh tangan pengendara sepeda motor tersebut. Aku hanya bisa bengong dengan begok dan tidak bisa melakukan perlawanan. Setelah aku sadar kalau aku mengalami jambret (pengambilan barang secara terang-terangan dengan cepat), aku langsung teriak sekencang-kencangnya sembari gowes semampuku. “Jambreet...tolooong.. jambreeet...” begitu teriakku terus-menerus. Aku melonglong minta tolong dan berharap ada orang yang bisa membantuku mengejarnya.

Tapi apa daya, orang-orang disekelilingku nggak ada inisiatif untuk membantu, bahkan cenderung hanya melihat saja. Hatiku kesal bukan kepalang. Andaikan ada yang didepanku bisa menjegal laju motor tersebut, setidaknya peluang untuk tertangkap basah akan semakin besar. Andaikan ada orang baik yang bahu-membahu melakukan pengejaran dengan motor, maka sangat tidak mustahil pen-jambret untuk kekejar. Karena jalanan saat itu sedang ramai. Bahkan ramai sekali. Tapi..itu hanya andai...

Sejurus kemudian, ada laki-laki muda yang mendatangiku dengan motor dan bertanya “mana mbak jambretnya?” aku bilang “ itu mas ke ke-kanan..” Niat hati mau menjelaskan, tapi masnya sudah ngacir aja, alias sudah melakukan pengejaran. Alhasil mas-nya malah jalan terus, bukan belok kanan. Dari kejauhan aku hanya bisa melihat sang jambret pergi dengan bebasnya. Duh!

Ya syudah, Kuhentikan laju sepedaku. Aku gemetar kaku dan pasrah. Aku ingat-ingat lagi dalam batin, “Apa aja yang ada didalam tasku? Dan apa salahku ya Tuhan?Kenapa ini terjadi? Kok bisa aku ke-jambret ditempat sedamai ini?” Tiba-tiba aku mulai mengutuk diriku sendiri dan menyalahkan keadaan.

Ternyata isi tasku adalah Satu buah handphone ASUS Zenphone 2 551, satu Dompet baru warna ungu kesayangan dengan uang Tunai sekitar Rp 500 K,  ATM BCA dan token, kartu SIM C, Kartu Asuransi, Kartu BPJS, kartu apa lagi ya...Satu Dompet kecil imut dengan uang tunai sekitar Rp.100K, Peralatan Renang dan seperangkat alat mandi serta make-up (note : pensil alis penyelamat semua bangsa juga didalam).

Aku masih merasa ini aneh dan tidak seharusnya terjadi. Di Pare Kediri gitu? Ada Jambret?? Siang-siang?? Oh my God!! Tempat dimana banyak orang datang untuk belajar dengan damai dan tentram, ee bisa-bisanya ada orang jahat yang membaca potensi kriminal. Aku benar-benar shock dan merasa  ini seperti mimpi.

Aku juga menyadari kalau aku salah, meletakkan tas dikeranjang. Dan sebenarnya baru sekitar 5 menit aku taruh, karena cukup berat (karena ada pakaian ganti untuk renang). Selain itu, aku juga salah karena punya mindset bahwa Pare Kediri ini masih seperti desa yang asri nan damai seperti yang aku jumpai ditahun 2011 silam. Tapi now I realized that time flies and changes everything. Aku Korban!.

Tiba-tiba aku sedih dengan sangat, bukan hanya karena perkara kehilangan barang, tapi tentang ada apa dengan Pare? Desa kecil yang menjaga kearifan local itu terasa runtuh dari pandanganku. Hatiku bergejolak merasa protes. Kenapa mereka nggak membantuku? Sebagaimana yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang desa pada umumnya untuk bergotong-royong? Tenggorokanku terasa kering!

Memang benar kalau selama 10 hari aku dipare, aku pernah mendengar kabar ada penjambretan di Jalan Brawijaya dan posisi tas dikeranjang. Mungkin bisa jadi aku “ignorance” dengan kejadian tersebut, karena aku merasa selama di Pare everything is gonna be OK. Tapi, ternyata...lain!

Lalu mas-mas yang tadi ber-inisiasi menyelamatkanku, dia menghampiriku dengan motor dan berkata “Mbak, maaf nggak kekejar”. Dalam hatiku “ya, iyalah mas nggak kekejar, lhawong mas malah lurus kok, nggak belok kanan”,hemm..” Tapi aku kasih tahu juga masnya dengan bahasa yang lebih sopan,, “oh yang baju lorek-lorek itu ya mbak? Itu kan tadi dideketku, duh..mbak nya sih nggak bilang-bilang.” Hemmm... (aku malahan disalahin, harusnya kan aku yang menyesal, malah mas-nya yang tampak lebih menyesal), “kan aku dah bilang mas bro, tapi mas bro-nya yang langsung kabur...” berkata dalam hati juga,,”mbak,, sini aku antar aja lapor ke pak polisi”  ujarnya, Baiklah mas, yuk..makasih yah...(mencoba tersenyum).

Sesampainya aku dikantor polisi, aku ditanya tentang perkara proses penjambretan. Dan you know what? Aku disalahin! “Makanya mbak, hati-hati, jangan taruh tas dikeranjang”, eh lah ini ya... bukan dihibur malah disalahin, kan nyeseknya jadi berkeping-keping. Bukannya harusnya pak pengayom masyarakat juga instropeksi diri ya, kok bisa nggak aman kenapa? dan apa yang harus digalakkan selanjutnya?atau gimana cara menangkap jambretnya, gitu kan ya seharusnya? Ini konyol!
Setelah aku mendapatkan lima lembar surat kehilangan beberapa dokument, aku langsung buru-buru ingin kabur dari ruangan tersebut. Mas yang baik hati masih menungguku dengan sabar. Aku bilang “mas, bolehkah kita jangan pulang dulu? Ajak aku keliling pare sebentar, hatiku masih belum bisa ikhlas, dan belum ingin kembali ke kos.” Mas nya pun meng-amini.

Aku lalu berkeliling pare dengan mas-nya, selama dijalan dia banyak menghiburku dan menasehatiku banyak hal. Dia bilang bahwa semua itu titipan.”Mbak nggak perlu sedih, teruslah kuat dan semangat belajar, ini ujian dari Alloh tentang seberapa besar kesabaranmu.”tuturnya. Kemudian dia mulai bercerita tentang pengalamannya yang pernah kehilangan sepeda motor yang baru dibelinya tiga hari dan juga pernah ditipu oleh rekan kerja dengan total kerugian uang senilai ratusan juta rupiah.

Dari situlah aku belajar tentang arti penerimaan ketika kita kehilangan sesuatu. Ikhlas aja, nanti Insya Alloh akan mendapatkan gantinya yang lebih besar dan banyak. Percaya deh! Ini nggak ada yang kebetulan, kalau nggak gitu kan nggak belajar. Tapi memang akan repot diawal, seperti harus mengurus macam-macam kartu dan beli beberapa tools make-up dan mandi. But, you know what, itu artinya juga aku akan punya Hp baru, syukuri aja ya,,, walaupun seabrek data telah sirna. Termasuk foto-foto kece yang belum sempat ku back up di leptop. Huh, sabar...Nanti foto lagi aja yang banyak!

Dengan-nya aku merasa lebih lega dan mencoba belajar ikhlas. Aku banyak mendengar nasehat mas-nya, sesekali dia juga mengajakku bercanda.  Ku resapi dalam-dalam dengan menikmati setiap hembusan angin yang menerpa mukaku secara langsung. Sang Terik juga ikut serta menembus kulitku. Aku merasa sedikit lebih baik!

Lalu, mas-nya antar aku ke kos. Dia kasih nomer Hp-nya. Dia bilang, “Kalau butuh bantuan, hubungin dia aja dan nanti kapan-kapan kalau mau juga bisa  jalan-jalan ke gunung kelud mungkin” widiw! Baik banget yah ni orang. Tapi anyway, beliau sudah menikah ya dan beranak dua, jadi kebaikannya ini murni manusia yang baik dan menolong sesama. 

Sebelum mas-nya meninggalkanku, dia memberikanku uang Rp.50K. “Tolong mbak, jangan tolak, ini ikhlas dan hanya segini saya bisa membantumu mbak, untuk makan dua kali.” Seketika mataku berkaca-kaca seraya mengambil uang tersebut dari tangannya. “Terima kasih banyak ya mas, semoga aku bisa ganti bantu mas lain waktu,” tuturku penuh haru.

Kemungkinan harta bendaku bisa kembali ini sangat tipis, karena aku juga nggak ingat nomer plat motornya, lebih tepatnya aku nggak perhatikan, aku hanya fokus untuk teriak sekencang-kencangnya. Tapi aku terus berdo’a dan berharap semoga kejadian seperti ini tidak terulang kembali. Cukup di aku saja yang jadi korban penjambretan. Namun, jika masih ada lagi, semoga pelakunya bisa ketangkap dan membuat Pare Kediri lebih aman lagi.

Anyway, sorry Nida, my pretty roommate. Thanks ya kamu udah ikut khawatir dan mencoba mencariku..Padahal aku sedang jalan-jalan sama mas-nya. Aku kacau saat itu.  Eh,by the way, aku lupa tanya nama mas-nya siapa, dan dia juga pasti belum tahu namaku juga, hemm... parah!

(20 Mei 2017 Pare Kediri, Jawa Timur)